Definisi
a. Pemeriksaan Hysterosalpingografi (HSG) adalah pemeriksaan X-ray dari tuba fallopii dan uterus dengan menggunakan kontras yang diinjeksikan melalui cervik uteri. Pada kasus infertilitas pemeriksaan ini bertujuan untuk mendiagnosa ada atau tidaknya sumbatan pada salah satu atau kedua tuba fallopii yang dapat menghambat penyatuan sperma dan sel telur.
b. HSG juga dapat memberikan gambaran dari cavum uteri dan mendeteksi adanya abnormalitas uterus yang juga dapat menyebabkan infertilitas atau keguguran yang berulang.
c. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendiagnosa penyebab nyeri pelvis yang berasal dari dalam uterus atau memberikan informasi keberhasilan operasi tuba beberapa minggu atau bulan pasca operasi.
Bahan Kontras
a. Pada tahun-tahun yang terakhir ini dipakai juga bahan kontras lipiodol ultrafluid untuk pemeriksaan HSG. Bahan kontras ini juga dipakai untuk limfografi, sialografi, fistulografi dan untuk saluran-saluran yang halus misalnya saluran air mata. Kekurangan lipiodol ialah bahwa resorpsi kembali berlangsung lama sekali jika kontras ini masuk ke dalam rongga peritoneum.
b. Sekarang oleh ahli radiologi di Indonesia lebih banyak di pakai bahan kontras cair dalam air. Penggunaan urografin 60 % (meglumin diatrizoate 60 % atau sodium diatrizoate 10 %). Bahan kontras ini sifatnya encer, memberikan opasitas yang memuaskan dan mudah masuk kedalam tuba dan menimbulkan pelimpahan kontras kedalam rongga peritoneum dengan segera.
Waktu dilakukan pemeriksaan HSG
pada hari ke 9-10 sesudah haid mulai. pada saat itu biasanya haid sudah mulai berhenti dan selaput lendir uterus biasanya tenang. bila masih ada pendarahan. Mengapa harus dilakukan setelah haid selesai? Ini dimaksudkan agar cairan kontras tadi tidak ikut masuk ke pembuluh darah yang saat menstruasi dalam keadaan terbuka. Kalau sampai ikut masuk dikhawatirkan akan menyebabkan penyumbatan di pembuluh darah. Pemilihan hari-hari yang diasumsikan belum terjadi ovulasi sebagai hari pemeriksaan pun bertujuan agar tidak mengganggu sel telur yang akan dilepaskan oleh indung telur. Memasukkan cairan yang mengandung zat kontras ke dalam saluran telur dikhawatirkan dapat memengaruhi kualitas sel telur.
Suatu penelitian terbatas menyatakan bahwa fertilitas meningkat setelah HSG dilakukan dengan kontras minyak. Hipotesis tersebut menyatakan bahwa setelah pemberian, adhesi berkurang, fungsi cavum uteri meningkat, mucus menghilang dan kemampuan otot polos meningkat. Hal ini menyatakan bahwa HSG dapat mempunyai aplikasi terapi. Tapi, kebanyakan HSG dilakukan hanya untuk tujuan diagnostik karena efek terapeutiknya yang masih kontroversial.
Indikasi HSG
Indikasi HSG yang paling sering ialah dalam bidang ginekologi, yaitu :
1. Sterilitas primer maupun sekunder, untuk melihat potensi tuba.
2. Untuk menentukan apakah IUD (Intra Uterine Device) masih ada dalam cavum uteri.
3. Pada perdarahan pervaginam sedikit, misalnya yang disebabkan mioma uteri, polip endometrium, adenomatorus.
4. Abortus habitualis dalam trimester II, dengan HSG dapat diketahui lebar dan konfigurasi uteri internum.
5. Kelainan bawaan uterus atau adhesi bila kanalis servisis dan cavum uteri yang dapat menyebabkan abortus.
6. Tumor maligna cavum uteri.
7. Untuk melihat parut pada serviks dan uterus pasca sectio caesaria
Kontra Indikasi HSG
1. Proses inflamasi yang akut pada abdomen.
2. Hamil muda, karena bahaya terjadinya abortus.
3. Perdarahan pervaginam yang berat.
4. Setelah curettage atau dilatasi kanalis servisis.
5. Penyakit ginjal dan jantung yang lanjut, pasien dengan penyakit TBC
Komplikasi HSG
Umumnya komplikasi HSG hanya ringan saja. Keluhan utama ialah rasa nyeri pada waktu pemeriksaan dilakukan. Rasa nyeri ini akan hilang sendiri dalam beberapa jam. Kadang-kadang timbul keadaan pra-renjatan (pre-shock) karena pasien sensitiv terhadap kontras.
Prosedur Pelaksanaan
Sebelum pemeriksaan dilaksanaan, tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat :
a. Alergi terhadap bahan X-ray, obat – obatan atau makanan.
b. Asma
c. Sedang dalam terapi
d. Kelainan perdarahan
Jika pasien mempunyai infeksi pelvis, sebaiknya diberikan antibiotik sebelum tes dilakukan
Prosedur :
a. Pasien diminta membuka pakaian dan berbaring pada meja pemeriksaan
b. Kemudian pemeriksa, dapat ahli radiology atau ginekolog akan memasukkan speculum kedalam vagina, menempatkan sebuah tabung kedalam servik, lalu kontras di injeksikan kedalam uterus
c. Kontras akan mengisi uterus dan tuba fallopii dan akhirnya akan tumpah memenuhi cavum pelvis disekeliling uterus dan tuba
d. Beberapa foto akan diambil selama pemeriksaan berlangsung
e. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan fluoroskopi.
Efek Samping
Hal-hal yang mungkin timbul setelah pemeriksaan Hysterosalpingografi:
1. Bercak darah pervaginal selama beberapa hari
2. Nyeri atau rasa kram yang moderat mungkin dapat timbul beberapa jam setelah beberapa jam post pemeriksaan
3. Demam atau nyeri yang persisten dapat merupakan indikasi berkembangnya infeksi. Gejala-gejala ini sebaiknya dilaporkan kepada dokter jika menetap lebih dari beberapa jam.
4. Pemakain semprot, sanggama, atau tampon vagina sebaiknya ditunda hingga 48 jam setelah prosedur.
Kamis, 09 Juni 2011
pemeriksaan diagnostik untuk saluran pencernaan
Pemeriksaan Diagnostik Untuk Saluran Pencernaan
DEFINISI
Pemeriksaan yang dilakukan untuk sistem pencernaan terdiri dari:
Endoskop (tabung serat optik yang digunakan untuk melihat struktur dalam dan untuk memperoleh jaringan dari dalam tubuh)
- Rontgen
- Ultrasonografi (USG)
- Perunut radioaktif
- Pemeriksaan kimiawi.
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosis, menentukan lokasi kelainan dan kadang mengobati penyakit pada sistem pencernaan.
Pada beberapa pemeriksaan, sistem pencernaan harus dikosongkan terlebih dahulu; ada juga pemeriksaan yang dilakukan setelah 8-12 jam sebelumnya melakukan puasa; sedangkan pemeriksaan lainnya tidak memerlukan persiapan khusus.
Langkah pertama dalam mendiagnosis kelainan sistem pencernaan adalah riwayat medis dan pemeriksaan fisik.
Tetapi gejala dari kelainan pencernaan seringkali bersifat samar sehingga dokter mengalami kesulitan dalam menentukan kelainan secara pasti.
Kelainan psikis (misalnya kecemasan dan depresi) juga bisa mempengaruhi sistem pencernaan dan menimbulkan gejala-gejalanya.
Pemeriksaan Kerongkongan
Pemeriksaan barium
Penderita menelan barium dan perjalanannya melewati kerongkongan dipantau melalui fluoroskopi (teknik rontgen berkesinambungan yang memungkinkan barium diamati atau difilmkan).
Dengan fluoroskopi, dokter bisa melihat kontraksi dan kelainan anatomi kerongkongan (misalnya penyumbatan atau ulkus). Gambaran ini seringkali direkam pada sebuah film atau kaset video.
Selain cairan barium, bisa juga digunakan makanan yang dilapisi oleh barium, sehingga bisa ditentukan lokasi penyumbatan atau bagian kerongkongan yang tidak berkontraksi secara normal.
Cairan barium yang ditelan bersamaan dengan makanan yang dilapisi oleh barium bisa menunjukkan kelainan seperti:
- selaput kerongkongan (dimana sebagian kerongkongan tersumbat oleh jaringan fibrosa)
- divertikulum Zenker (kantong kerongkongan)
- erosi dan ulkus kerongkongan
- varises kerongkongan
- tumor.
Manometri
Manometri adalah suatu pemeriksaan dimana sebuah tabung dengan alat pengukur tekanan dimasukkan ke dalam kerongkongan.
Dengan alat ini (alatnya disebut manometer) dokter bisa menentukan apakah kontraksi kerongkongan dapat mendorong makanan secara normal atau tidak.
Pengukuran pH kerongkongan
Mengukur keasaman kerongkongan bisa dilakukan pada saat manometri.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah terjadi refluks asam atau tidak.
Uji Bernstein (Tes Perfusi Asam Kerongkongan)
Pada pemeriksaan ini sejumlah kecil asam dimasukkan ke dalam kerongkongan melalui sebuah selang nasogastrik. Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah nyeri dada disebabkan karena iritasi kerongkongan oleh asam dan merupakan cara yang baik untuk menentukan adanya peradangan kerongkongan (esofagitis).
Intubasi
Intubasi adalah memasukkan sebuah selang plastik kecil yang lentur melalui hidung atau mulut ke dalam lambung atau usus halus. Prosedur ini bisa digunakan untuk keperluan diagnostik maupun pengobatan.
Intubasi bisa menyebabkan muntah dan mual, tetapi tidak menimbulkan nyeri.
Ukuran selang yang digunakan bervariasi, tergantung kepada tujuan dilakukannya prosedur ini (apakah untuk diagnosik atau pengobatan).
Intubasi Nasogastrik
Pada intubasi nasogastrik, sebuah selang dimasukkan melalui hidung menuju ke lambung. Prosedur ini digunakan untuk mendapatkan contoh cairan lambung, untuk menentukan apakah lambung mengandung darah atau untuk menganalisa keasaman, enzim dan karakteristik lainnya.
Pada korban keracunan, contoh cairan lambung ini dianalisa untuk mengetahui racunnya. Kadang selang terpasang agak lama sehingga lebih banyak contoh cairan yang bisa didapat.
Intubasi nasogastrik juga bisa digunakan untuk memperbaiki keadaan tertentu:
- Untuk menghentikan perdarahan dimasukkan air dingin
- Untuk memompa atau menetralkan racun diberikan karbon aktif
- Pemberian makanan cair pada penderita yang mengalami kesulitan menelan.
Kadang intubasi nasogastrik digunakan secara berkesinambungan untuk mengeluarkan isi lambung. Ujung selang biasanya dihubungkan dengan alat penghisap, yang akan mengisap gas dan cairan dari lambung.
Cara ini membantu mengurangi tekanan yang terjadi jika sistem pencernaan tersumbat atau tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Intubasi Nasoenterik
Pada intubasi nasoenterik, selang yang dimasukkan melalui hidung lebih panjang, karena harus melewati lambung untuk menuju ke usus halus.
Prosedur ini bisa digunakan untuk:
- mendapatkan contoh isi usus
- mengeluarkan cairan
- memberikan makanan.
Sebuah selang yang dihubungkan dengan suatu alat kecil di ujungnya bisa digunakan untuk biopsi (mengambil contoh jaringan usus halus untuk diperiksa secara mikroskopik atau untuk analisa aktivitas enzim).
Lambung dan usus halus tidak dapat merasakan nyeri, sehingga kedua prosedur diatas tidak menimbulkan nyeri.
Endoskopi
Endoskopi adalah pemeriksaan struktur dalam dengan menggunakan selang/tabung serat optik yang disebut endoskop. Endoskop yang dimasukkan melalui mulut bisa digunakan untuk memeriksa:
- kerongkongan (esofagoskopi)
- lambung (gastroskopi)
- usus halus (endoskopi saluran pencernaan atas).
Jika dimasukkan melalui anus, maka endoskop bisa digunakan untuk memeriksa:
- rektum dan usus besar bagian bawah (sigmoidoskopi)
- keseluruhan usus besar (kolonoskopi).
Diameter endoskop berkisar dari sekitar 0,6 cm-1,25 cm dan panjangnya berkisar dari sekitar 30 cm-150 cm. Sistem video serat-optik memungkinkan endoskop menjadi fleksibel menjalankan fungsinya sebagai sumber cahaya dan sistem penglihatan.
Banyak endoskop yang juga dilengkapi dengan sebuah penjepit kecil untuk mengangkat contoh jaringan dan sebuah alat elektronik untuk menghancurkan jaringan yang abnormal.
Dengan endoskop dokter dapat melihat lapisan dari sistem pencernaan, daerah yang mengalami iritasi, ulkus, peradangan dan pertumbuhan jaringan yang abnormal. Biasanya diambil contoh jaringan untuk keperluan pemeriksaan lainnya.
Endoskop juga bisa digunakan untuk pengobatan. Berbagai alat yang berbeda bisa dimasukkan melalui sebuah saluran kecil di dalam endoskop:
Elektrokauter bisa digunakan untuk menutup suatu pembuluh darah dan menghentikan perdarahan atau untuk mengangkat suatu pertumbuhan yang kecil Sebuah jarum bisa digunakan untuk menyuntikkan obat ke dalam varises kerongkongan dan menghentikan perdarahannya.
Sebelum endoskop dimasukkan melalui mulut, penderita biasanya dipuasakan terlebih dahulu selama beberapa jam. Makanan di dalam lambung bisa menghalangi pandangan dokter dan bisa dimuntahkan selama pemeriksaan dilakukan.
Sebelum endoskop dimasukkan ke dalam rektum dan kolon, penderita biasanya menelan obat pencahar dan enema untuk mengosongkan usus besar.
Komplikasi dari penggunaan endoskopi relatif jarang.
Endoskopi dapat mencederai atau bahkan menembus saluran pencernaan, tetapi biasanya endoskopi hanya menyebabkan iritasi pada lapisan usus dan perdarahan ringan.
Laparoskopi
Laparoskopi adalah pemeriksaan rongga perut dengan menggunakan endoskop Laparoskopi biasanya dilakukan dalam keadaan penderita terbius total. Setelah kulit dibersihkan dengan antiseptik, dibuat sayatan kecil, biasanya di dekat pusar. Kemudian endoskop dimasukkan melalui sayatan tersebut ke dalam rongga perut. Dengan laparoskopi dokter dapat:
- mencari tumor atau kelainan lainnya
- mengamati organ-organ di dalam rongga perut
- memperoleh contoh jaringan
- melakukan pembedahan perbaikan.
Rontgen
Foto polos perut.
Foto polos perut merupakan foto rontgen standar untuk perut, yang tidak memerlukan persiapan khusus dari penderita.
Sinar X biasanya digunakan untuk menunjukkan:
- suatu penyumbatan
- kelumpuhan saluran pencernaan
- pola udara abnormal di dalam rongga perut
- pembesaran organ (misalnya hati, ginjal, limpa).
Pemeriksaan barium
Setelah penderita menelan barium, maka barium akan tampak putih pada foto rontgen dan membatasi saluran pencernaan, menunjukkan kontur dan lapisan dari kerongkongan, lambung dan usus halus.
Barium yang terkumpul di daerah abnormal menunjukkan adanya ulkus, erosi, tumor dan varises kerongkongan.
Foto rontgen bisa dilakukan pada waktu-waktu tertentu untuk menunjukkan keberadaan barium. Atau digunakan sebuah fluoroskop untuk mengamati pergerakan barium di dalam saluran pencernaan. Proses ini juga bisa direkam.
Dengan mengamati perjalanan barium di sepanjang saluran pencernaan, dokter dapat menilai:
- fungsi kerongkongan dan lambung
- kontraksi kerongkongan dan lambung
- penyumbatan dalam saluran pencernaan.
Barium juga dapat diberikan dalam bentuk enema untuk melapisi usus besar bagian bawah. Kemudian dilakukan foto rontgen untuk menunjukkan adanya polip, tumor atau kelainan struktur lainnya.
Prosedur ini bisa menyebabkan nyeri kram serta menimbulkan rasa tidak nyaman.
Barium yang diminum atau diberikan sebagai enema pada akhirnya akan dibuang ke dalam tinja, sehingga tinja tampak putih seperti kapur.
Setelah pemeriksaan, barium harus segera dibuang karena bisa menyebabkan sembelit yang berarti. Obat pencahar bisa diberikan untuk mempercepat pembuangan barium.
Parasentesis
Parasentesis adalah memasukkan jarum ke dalam rongga perut dan mengambil cairannya. Dalam keadaan normal, rongga perut diluar saluran pencernaan hanya mengandung sejumlah kecil cairan. Cairan bisa terkumpul dalam keadaan-keadaan tertentu, seperti perforasi lambung atau usus, penyakit hati, kanker atau pecahnya limpa. Parasentesis digunakan untuk memperoleh contoh cairan untuk keperluan pemeriksaan atau untuk membuang cairan yang berlebihan.
Pemeriksaan fisik (kadang disertai dengan USG) dilakukan sebelum parasentesis untuk memperkuat dugaan bahwa rongga perut mengandung cairan yang berlebihan.
Selanjutnya daerah kulit (biasanya tepat dibawah pusar) dibersihkan dengan larutan antiseptik dan dibius lokal. Melalui kulit dan otot dinding perut, dimasukkan jarum yang dihubungkan dengan tabung suntik ke dalam rongga perut dimana cairan terkumpul. Sejumlah kecil cairan diambil untuk pemeriksaan laboratorium atau sampai 0,96 liter cairan diambil untuk mengurangi pembengkakan perut.
USG Perut
USG menggunakan gelombang udara untuk menghasilkan gambaran dari organ-organ dalam. USG bisa menunjukkan ukuran dan bentuk berbagai organ (misalnya hati dan pankreas) dan juga bisa menunjukkan daerah abnormal di dalamnya. USG juga dapat menunjukkan adanya cairan. Tetapi USG bukan alat yang baik untuk menentukan permukaan saluran pencernaan, sehingga tidak digunakan untuk melihat tumor dan penyebab perdarahan di lambung, usus halus atau usus besar. USG merupakan prosedur yang tidak menimbulkan nyeri dan tidak memiliki resiko.
Pemeriksa menekan sebuah alat kecil di dinding perut dan mengarahkan gelombang suara ke berbagai bagian perut dengan menggerakkan alat tersebut. Gambaran dari organ dalam bisa dilihat pada layar monitor dan bisa dicetak atau direkam dalam filem video.
Pemeriksaan Darah Samar
Perdarahan di dalam saluran pencernaan dapat disebabkan baik oleh iritasi ringan maupun kanker yang serius.
Bila perdarahannya banyak, bisa terjadi muntah darah, dalam tinja terdapat darah segar atau mengeluarkan tinja berwarna kehitaman (melena).
Jumlah darah yang terlalu sedikit sehingga tidak tampak atau tidak merubah penampilan tinja, bisa diketahui secara kimia; dan hal ini bisa merupakan petunjuk awal dari adanya ulkus, kanker dan kelainan lainnya.
Pada pemeriksaan colok dubur, dokter mengambil sejumlah kecil tinja . Contoh ini diletakkan pada secarik kertas saring yang mengandung zat kimia. Setelah ditambahkan bahan kimia lainnya, warna tinja akan berubah bila terdapat darah.
DEFINISI
Pemeriksaan yang dilakukan untuk sistem pencernaan terdiri dari:
Endoskop (tabung serat optik yang digunakan untuk melihat struktur dalam dan untuk memperoleh jaringan dari dalam tubuh)
- Rontgen
- Ultrasonografi (USG)
- Perunut radioaktif
- Pemeriksaan kimiawi.
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosis, menentukan lokasi kelainan dan kadang mengobati penyakit pada sistem pencernaan.
Pada beberapa pemeriksaan, sistem pencernaan harus dikosongkan terlebih dahulu; ada juga pemeriksaan yang dilakukan setelah 8-12 jam sebelumnya melakukan puasa; sedangkan pemeriksaan lainnya tidak memerlukan persiapan khusus.
Langkah pertama dalam mendiagnosis kelainan sistem pencernaan adalah riwayat medis dan pemeriksaan fisik.
Tetapi gejala dari kelainan pencernaan seringkali bersifat samar sehingga dokter mengalami kesulitan dalam menentukan kelainan secara pasti.
Kelainan psikis (misalnya kecemasan dan depresi) juga bisa mempengaruhi sistem pencernaan dan menimbulkan gejala-gejalanya.
Pemeriksaan Kerongkongan
Pemeriksaan barium
Penderita menelan barium dan perjalanannya melewati kerongkongan dipantau melalui fluoroskopi (teknik rontgen berkesinambungan yang memungkinkan barium diamati atau difilmkan).
Dengan fluoroskopi, dokter bisa melihat kontraksi dan kelainan anatomi kerongkongan (misalnya penyumbatan atau ulkus). Gambaran ini seringkali direkam pada sebuah film atau kaset video.
Selain cairan barium, bisa juga digunakan makanan yang dilapisi oleh barium, sehingga bisa ditentukan lokasi penyumbatan atau bagian kerongkongan yang tidak berkontraksi secara normal.
Cairan barium yang ditelan bersamaan dengan makanan yang dilapisi oleh barium bisa menunjukkan kelainan seperti:
- selaput kerongkongan (dimana sebagian kerongkongan tersumbat oleh jaringan fibrosa)
- divertikulum Zenker (kantong kerongkongan)
- erosi dan ulkus kerongkongan
- varises kerongkongan
- tumor.
Manometri
Manometri adalah suatu pemeriksaan dimana sebuah tabung dengan alat pengukur tekanan dimasukkan ke dalam kerongkongan.
Dengan alat ini (alatnya disebut manometer) dokter bisa menentukan apakah kontraksi kerongkongan dapat mendorong makanan secara normal atau tidak.
Pengukuran pH kerongkongan
Mengukur keasaman kerongkongan bisa dilakukan pada saat manometri.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah terjadi refluks asam atau tidak.
Uji Bernstein (Tes Perfusi Asam Kerongkongan)
Pada pemeriksaan ini sejumlah kecil asam dimasukkan ke dalam kerongkongan melalui sebuah selang nasogastrik. Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah nyeri dada disebabkan karena iritasi kerongkongan oleh asam dan merupakan cara yang baik untuk menentukan adanya peradangan kerongkongan (esofagitis).
Intubasi
Intubasi adalah memasukkan sebuah selang plastik kecil yang lentur melalui hidung atau mulut ke dalam lambung atau usus halus. Prosedur ini bisa digunakan untuk keperluan diagnostik maupun pengobatan.
Intubasi bisa menyebabkan muntah dan mual, tetapi tidak menimbulkan nyeri.
Ukuran selang yang digunakan bervariasi, tergantung kepada tujuan dilakukannya prosedur ini (apakah untuk diagnosik atau pengobatan).
Intubasi Nasogastrik
Pada intubasi nasogastrik, sebuah selang dimasukkan melalui hidung menuju ke lambung. Prosedur ini digunakan untuk mendapatkan contoh cairan lambung, untuk menentukan apakah lambung mengandung darah atau untuk menganalisa keasaman, enzim dan karakteristik lainnya.
Pada korban keracunan, contoh cairan lambung ini dianalisa untuk mengetahui racunnya. Kadang selang terpasang agak lama sehingga lebih banyak contoh cairan yang bisa didapat.
Intubasi nasogastrik juga bisa digunakan untuk memperbaiki keadaan tertentu:
- Untuk menghentikan perdarahan dimasukkan air dingin
- Untuk memompa atau menetralkan racun diberikan karbon aktif
- Pemberian makanan cair pada penderita yang mengalami kesulitan menelan.
Kadang intubasi nasogastrik digunakan secara berkesinambungan untuk mengeluarkan isi lambung. Ujung selang biasanya dihubungkan dengan alat penghisap, yang akan mengisap gas dan cairan dari lambung.
Cara ini membantu mengurangi tekanan yang terjadi jika sistem pencernaan tersumbat atau tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Intubasi Nasoenterik
Pada intubasi nasoenterik, selang yang dimasukkan melalui hidung lebih panjang, karena harus melewati lambung untuk menuju ke usus halus.
Prosedur ini bisa digunakan untuk:
- mendapatkan contoh isi usus
- mengeluarkan cairan
- memberikan makanan.
Sebuah selang yang dihubungkan dengan suatu alat kecil di ujungnya bisa digunakan untuk biopsi (mengambil contoh jaringan usus halus untuk diperiksa secara mikroskopik atau untuk analisa aktivitas enzim).
Lambung dan usus halus tidak dapat merasakan nyeri, sehingga kedua prosedur diatas tidak menimbulkan nyeri.
Endoskopi
Endoskopi adalah pemeriksaan struktur dalam dengan menggunakan selang/tabung serat optik yang disebut endoskop. Endoskop yang dimasukkan melalui mulut bisa digunakan untuk memeriksa:
- kerongkongan (esofagoskopi)
- lambung (gastroskopi)
- usus halus (endoskopi saluran pencernaan atas).
Jika dimasukkan melalui anus, maka endoskop bisa digunakan untuk memeriksa:
- rektum dan usus besar bagian bawah (sigmoidoskopi)
- keseluruhan usus besar (kolonoskopi).
Diameter endoskop berkisar dari sekitar 0,6 cm-1,25 cm dan panjangnya berkisar dari sekitar 30 cm-150 cm. Sistem video serat-optik memungkinkan endoskop menjadi fleksibel menjalankan fungsinya sebagai sumber cahaya dan sistem penglihatan.
Banyak endoskop yang juga dilengkapi dengan sebuah penjepit kecil untuk mengangkat contoh jaringan dan sebuah alat elektronik untuk menghancurkan jaringan yang abnormal.
Dengan endoskop dokter dapat melihat lapisan dari sistem pencernaan, daerah yang mengalami iritasi, ulkus, peradangan dan pertumbuhan jaringan yang abnormal. Biasanya diambil contoh jaringan untuk keperluan pemeriksaan lainnya.
Endoskop juga bisa digunakan untuk pengobatan. Berbagai alat yang berbeda bisa dimasukkan melalui sebuah saluran kecil di dalam endoskop:
Elektrokauter bisa digunakan untuk menutup suatu pembuluh darah dan menghentikan perdarahan atau untuk mengangkat suatu pertumbuhan yang kecil Sebuah jarum bisa digunakan untuk menyuntikkan obat ke dalam varises kerongkongan dan menghentikan perdarahannya.
Sebelum endoskop dimasukkan melalui mulut, penderita biasanya dipuasakan terlebih dahulu selama beberapa jam. Makanan di dalam lambung bisa menghalangi pandangan dokter dan bisa dimuntahkan selama pemeriksaan dilakukan.
Sebelum endoskop dimasukkan ke dalam rektum dan kolon, penderita biasanya menelan obat pencahar dan enema untuk mengosongkan usus besar.
Komplikasi dari penggunaan endoskopi relatif jarang.
Endoskopi dapat mencederai atau bahkan menembus saluran pencernaan, tetapi biasanya endoskopi hanya menyebabkan iritasi pada lapisan usus dan perdarahan ringan.
Laparoskopi
Laparoskopi adalah pemeriksaan rongga perut dengan menggunakan endoskop Laparoskopi biasanya dilakukan dalam keadaan penderita terbius total. Setelah kulit dibersihkan dengan antiseptik, dibuat sayatan kecil, biasanya di dekat pusar. Kemudian endoskop dimasukkan melalui sayatan tersebut ke dalam rongga perut. Dengan laparoskopi dokter dapat:
- mencari tumor atau kelainan lainnya
- mengamati organ-organ di dalam rongga perut
- memperoleh contoh jaringan
- melakukan pembedahan perbaikan.
Rontgen
Foto polos perut.
Foto polos perut merupakan foto rontgen standar untuk perut, yang tidak memerlukan persiapan khusus dari penderita.
Sinar X biasanya digunakan untuk menunjukkan:
- suatu penyumbatan
- kelumpuhan saluran pencernaan
- pola udara abnormal di dalam rongga perut
- pembesaran organ (misalnya hati, ginjal, limpa).
Pemeriksaan barium
Setelah penderita menelan barium, maka barium akan tampak putih pada foto rontgen dan membatasi saluran pencernaan, menunjukkan kontur dan lapisan dari kerongkongan, lambung dan usus halus.
Barium yang terkumpul di daerah abnormal menunjukkan adanya ulkus, erosi, tumor dan varises kerongkongan.
Foto rontgen bisa dilakukan pada waktu-waktu tertentu untuk menunjukkan keberadaan barium. Atau digunakan sebuah fluoroskop untuk mengamati pergerakan barium di dalam saluran pencernaan. Proses ini juga bisa direkam.
Dengan mengamati perjalanan barium di sepanjang saluran pencernaan, dokter dapat menilai:
- fungsi kerongkongan dan lambung
- kontraksi kerongkongan dan lambung
- penyumbatan dalam saluran pencernaan.
Barium juga dapat diberikan dalam bentuk enema untuk melapisi usus besar bagian bawah. Kemudian dilakukan foto rontgen untuk menunjukkan adanya polip, tumor atau kelainan struktur lainnya.
Prosedur ini bisa menyebabkan nyeri kram serta menimbulkan rasa tidak nyaman.
Barium yang diminum atau diberikan sebagai enema pada akhirnya akan dibuang ke dalam tinja, sehingga tinja tampak putih seperti kapur.
Setelah pemeriksaan, barium harus segera dibuang karena bisa menyebabkan sembelit yang berarti. Obat pencahar bisa diberikan untuk mempercepat pembuangan barium.
Parasentesis
Parasentesis adalah memasukkan jarum ke dalam rongga perut dan mengambil cairannya. Dalam keadaan normal, rongga perut diluar saluran pencernaan hanya mengandung sejumlah kecil cairan. Cairan bisa terkumpul dalam keadaan-keadaan tertentu, seperti perforasi lambung atau usus, penyakit hati, kanker atau pecahnya limpa. Parasentesis digunakan untuk memperoleh contoh cairan untuk keperluan pemeriksaan atau untuk membuang cairan yang berlebihan.
Pemeriksaan fisik (kadang disertai dengan USG) dilakukan sebelum parasentesis untuk memperkuat dugaan bahwa rongga perut mengandung cairan yang berlebihan.
Selanjutnya daerah kulit (biasanya tepat dibawah pusar) dibersihkan dengan larutan antiseptik dan dibius lokal. Melalui kulit dan otot dinding perut, dimasukkan jarum yang dihubungkan dengan tabung suntik ke dalam rongga perut dimana cairan terkumpul. Sejumlah kecil cairan diambil untuk pemeriksaan laboratorium atau sampai 0,96 liter cairan diambil untuk mengurangi pembengkakan perut.
USG Perut
USG menggunakan gelombang udara untuk menghasilkan gambaran dari organ-organ dalam. USG bisa menunjukkan ukuran dan bentuk berbagai organ (misalnya hati dan pankreas) dan juga bisa menunjukkan daerah abnormal di dalamnya. USG juga dapat menunjukkan adanya cairan. Tetapi USG bukan alat yang baik untuk menentukan permukaan saluran pencernaan, sehingga tidak digunakan untuk melihat tumor dan penyebab perdarahan di lambung, usus halus atau usus besar. USG merupakan prosedur yang tidak menimbulkan nyeri dan tidak memiliki resiko.
Pemeriksa menekan sebuah alat kecil di dinding perut dan mengarahkan gelombang suara ke berbagai bagian perut dengan menggerakkan alat tersebut. Gambaran dari organ dalam bisa dilihat pada layar monitor dan bisa dicetak atau direkam dalam filem video.
Pemeriksaan Darah Samar
Perdarahan di dalam saluran pencernaan dapat disebabkan baik oleh iritasi ringan maupun kanker yang serius.
Bila perdarahannya banyak, bisa terjadi muntah darah, dalam tinja terdapat darah segar atau mengeluarkan tinja berwarna kehitaman (melena).
Jumlah darah yang terlalu sedikit sehingga tidak tampak atau tidak merubah penampilan tinja, bisa diketahui secara kimia; dan hal ini bisa merupakan petunjuk awal dari adanya ulkus, kanker dan kelainan lainnya.
Pada pemeriksaan colok dubur, dokter mengambil sejumlah kecil tinja . Contoh ini diletakkan pada secarik kertas saring yang mengandung zat kimia. Setelah ditambahkan bahan kimia lainnya, warna tinja akan berubah bila terdapat darah.
pemeriksaan kontras sistem urinaria
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Traktus urinarius atau sistem urinaria sebagai salah satu sistem tubuh ,
yang memiliki organ – organ yang kompleks dan rentan terhadap suatu penyakit.
Terdapatnya kelainan pada suatu organ akan mengganggu proses pembentukan
dan pengeluaran dari urine. Salah satu kelainan pada traktus urinarius adalah
Striktur uretra. Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra disertai
menurunnya atau hilangnya elastisitas uretra karena fibrosis jaringan, sehingga
penderita mengalami kesulitan saat berkemih atau bahkan tidak bisa berkemih.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada striktur uretra adalah pemeriksaan
fisik dan radiologi. Pemeriksaan radiologi yang digunakan untuk melihat adanya
lokasi penyempitan pada uretra adalah uretrografi, sedangkan untuk melihat lokasi
dan panjang penyempitan adalah bipolar uretrocystografi. Seperti kasus striktur
uretra yang terjadi pada pasien yang bernama Sdr. B dengan klinis striktur uretra,
maka dilakukan pemeriksaan bipolar uretrocystografi.
Penulis tertarik untuk mengkaji dan mempelajari lebih mendalam tentang
striktur uretra, peranan pemeriksaan radiologi bipolar uretrocystografi bagi dokter
pengirim ( dokter bedah ) serta membahas teknik pemeriksaan bipolar
uretrocystografi di Instalasi Radiologi RSU Dr.Saiful Anwar - Malang pada kasus
striktur uretra. Alasan-alasan itulah yang mendasari penulis tertarik untuk
menuangkannya dalam laporan kasus yang berjudul “Teknik Pemeriksaan
Radiologi Bipolar Uretrocystografi Pada Kasus Striktur Uretra di Instalasi
Radiologi RSU.Dr Saiful Anwar-Malang”
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari kontrak belajar ini ialah :
1. Bagaimanakah teknik pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada kasus
striktura uretra di Instalasi Radiologi RSU Dr. Saiful Anwar?
2. Apakah peranan pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada kasus
striktura uretra di Instalasi Radiologi RSU Dr. Saiful Anwar?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan kontrak belajar ini antara lain:
1. Mengetahui teknik pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada kasus
striktur uretra di Instalasi Radiologi RSU Dr. Saiful Anwar?
2. Mengetahui peranan pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada kasus
striktur uretra di Instalasi Radiologi RSU Dr. Saiful Anwar?
3. Untuk melengkapi tugas mata kuliah PKL II
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Secara garis besar, sistematika penulisan yang digunakan dalam
penyusunan kontrak belajar ini ialah:
BAB I PENDAHULUAN berisi latar belakang, tujuan penulisan,
rumusan masalah dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA berisi landasan teori meliputi anatomi
dan fisiologi, patologi striktur uretra, serta teknik pemeriksaan bipolar
uretrocystografi
BAB III PEMBAHASAN berisi tentang paparan kasus, riwayat pasien
beserta pembahasannya.
BAB IV PENUTUP berisi kesimpulan dan saran
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi dan fisiologi kandung kemih, prostat dan uretra. (Pearce,1999)
1. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria atau yang sering disebut kandung kemih merupakan
viscera pelvis berongga yang tersusun oleh otot polos, lamina promina,
submukosa dan mukosa. Kandung kemih memiliki bentuk menyerupai buah
pir(kendi) dan dilapisi oleh lapisan mukosa sel epitel transional, muskulus
yang tebal (detrusor muscle), jaringan fibrous (kecuali pada bagian superior
dibentuk oleh peritoneum parietal).
Kandung kemih terletak di dalam panggul besar, sekitar bagian
posterosuperior dari simpisis pubis. Pada laki-laki terletak dibagian anterior
dari rectum sedangkan pada wanita terletak disebelah anterior vagina dan
uterus. Kandung kemih memiliki tiga bentuk membuka pada daerah triangular
yang disebut sebagai trigone. Pada saat kosong, vesika urinaria akan terlihat
kolaps dan akan tampak rugae-rugae. Apabila terisi penuh kandung kemih
akan menegang dan rugae akan menghilang. Bentuk, ukuran dan posisi vesika
urinaria bervariasi tergantung dari jumlah urine yang terdapat di dalamnya.
Secara umum volume kandung kemih berkisar antara 350 – 500 ml.
Fungsi dari kandung kemih ialah menampung urine yang dialirkan oleh
ureter dari ginjal dan dibantu uretra kandung kemih berfungsi mendorong kemih
keluar tubuh.
2. Prostat
Ukuran prostate kecil dan letaknya agak ke posterior dan inferior dari
simfisis pubis. Selain bentuknya yang kecil, kelenjar prostat juga menyerupai
kerucut dengan bagian dorsalnya berhimpit dengan kandung kemih serta bagian
apeksnya berhubungan dengan bagian bawah pelvis. Ukuran baguian
tranversalnya ialah sekitar 1,5 inchi (3,75 cm) serta bagian anteroposterior
sepanjang 1 inchi (2,5 cm). Prostate hanya ditemukan pada laki-laki dan
berfungsi untuk motalitas semen selama reproduksi.
3. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang terdiri dari mukosa membrane
dengan muskulus yang berbentuk spinkter pada bagian bawah dari kandung
kemih. Pada vesikouretra junction terdapat penebalan dari muskulus detrusor
yang disebut internal urethral sphincter (involuntary). Sedangkan eksternal
urethral sphincter (voluntary) dibentuk oleh muskulus skeletal yang mengelilingi
uretra melalui diafragma urogenital. Dindingnya terdiri dari tiga lapisan yaitu:
epitel transional, columnair pseudostratified dan squamous stratified. Letak uretra
di atas dari orivisium internal uretra pada kandung kemih dan terbentang
sepanjang 1,5 inchi ( 3,75 cm) pada wanita dan 7-8 inchi (18,75 cm) pada pria.
Uretra pria dibagi atas :
1. Uretra Posterior, dibagi menjadi:
• Pars prostatika : dengan panjang sekitar 2,5 cm, berjalan melalui
kelenjar prostate.
• Pars membranacea : dengan panjang sekitar 2 cm, berjalan
melalui diafragma urogenital antara prostate dan penis
2. Uretra Anterior, dibagi menjadi:
• Pars bulbaris : terletak di proksimal,merupakan bagian uretra
yang melewati bulbus penis.
• Pars pendulum /cavernosa/spongiosa: dengan panjang sekitar 15
cm, berjalan melalui penis (berfungsi juga sebagai transport
semen).
• Pars glandis: bagian uretra di gland penis. Uretra ini sanga
pendek dan epitelnya sangat berupa squamosa ( squamous
compleks noncornificatum)
Uretra berfungsi untuk transport urine dari kandung kemih ke meatus
eksterna, uretra merupakan sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung
kemih hingga lubang air. (Pearce,1999).
B. Patologi Striktur Uretra
1) Pengertian
Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra disertai menurunnya
(hilangnya) elastisitas uretra karena fibrosis jaringSdr.
2) Etiologi
Penyebab striktur uretra adalah:
a. Kongenital
Hal ini jarang terjadi. Misalnya:
Meatus kecil pada meatus ektopik pada pasien hipospodia.
Divertikula kongenital -> penyebab proses striktura uretra.
b. Trauma
Merupakan penyebab terbesar striktura (fraktur pelvis, trauma
uretra anterior, tindakan sistoskopi, prostatektomi,katerisasi).
Trauma uretra anterior, misalnya karena straddle injury. Pada
straddle injury, perineal terkena benda keras, misalnya
plantangan sepeda, sehingga menimbulkan trauma uretra pars
bulbaris.
Fraktur/trauma pada pelvis dapat menyebabkan cedera pada
uretra posterior. Jadi seperti kita ketahui, antara prostat dan os
pubis dihubungkan oleh ligamentum puboprostaticum.
Sehingga kalau ada trauma disini, ligamentum tertarik, uretra
posterior bisa sobek. Jadi memang sebagian besar striktura
uretra terjadi dibagian-bagian yang terfiksir seperti bulbus dan
prostat. Di pars pendulan jarang terjadi cedera karena sifatnya
yang mobile.
Kateterisasi juga bisa menyebabkan striktura uretra bila
diameter kateter dan diameter lumen uretra tidak proporsional.
c. Infeksi, seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik (GO,
TBC).
Kalau kita menemukan pasien dengan urteritis akut, pasien
harus diberi tahu bahwa pengobatannya harus sempurna. Jadi
obatnya harus dibeli semuanya, jangan hanya setengah apalagi
sepertiganya. Kalau pengobatannya tidak tuntas, uretritisnya bisa
menjadi kronik. Pada uretritis akut, setelah sembuh jaringan
penggantinya sama dengan iarinqan asal. Jadi kalau asalnya epitel
squamous, jaringan penggantinya juga epitel squamous. Kalau
pada uretritis kronik, setelah penyembuhan, jaringan penggantinya
adalah jarinqan fibrous. Akibatnya lumen uretra menjadi sempit,
dan elastisitas ureter menghilang. Itulah sebabnya pasien harus
benar-benar diberi tahu agar menuntaskan pengobatSdr.
d. Tumor
Tumor bisa menyebabkan striktura melalui dua cara, yaitu proses
penyembuhan tumor yang menyebabkan striktura uretra, ataupun
tumornya itu sendiri yang mengakibatkan sumbatan uretra.
3) Keluhan/gejala:
Pancaran air kencing lemah Pancaran air kencing bercabang
Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana
pancaran urinnya. Normalnya, pancaran urin jauh dan diameternya
besar. Tapi kalau terjadi penyempitan karena striktur, maka
pancarannya akan jadi turbulen. Mirip seperti pancaran keran di
westafel kalau ditutup sebagiSdr.
Frekuensi
Disebut frekuensi apabila kencing lebih sering dari normal, yaitu lebih
dari tuiuh kali. Apabila sering krencing di malam hari disebut nocturia.
Dikatakan nocturia apabila di malam hari, kencing lebih dari satu kali,
dan keinginan kencingnya itu sampai membangunkannya dari tidur
sehingga mengganggu tidurnya.
Overflow incontinence (inkontinensia paradoxal)
Terjadi karena meningkatnya tekanan di vesica akibat penumpukan
urin yang terus menerus. Tekanan di vesica menjadi lebih tinggi
daripada tekanan di uretra. Akibatnya urin dapat keluar sendiri tanpa
terkontrol. Jadi disini terlihat adanya perbedaan antara overflow
inkontinensia (inkontinesia paradoksal) dengan flow incontinentia.
Pada flow incontinenntia, misalnya akibat paralisis musculus
spshincter urtetra, urin keluar tanpa adanya keinginan untuk kencing.
Kalau pada overflow incontinence, pasien merasa ingin kencing
(karena vesicanya penuh), namun urin keluar tanpa bisa dikontrol.
Itulah sebabnya disebut inkontinensia paradoxal.
Dysuria dan hematuria
4) Patofisiologi
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan
menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Rangkaian
patologi yang terjadi di sekitar uretra adalah:
-proses radang akibat trauma dan infeksi pada uretra
-jaringan sikatriks dinding uretra (striktur uretra)
-hambatan aliran urine-urine mencari jaln lain untuk keluar
-mengumpul di suatu tempat di luar uretra (peri uretra)
-jika terinfeksi timbul abses uretra, yang kemudian pecah
-fistula uretro kutan-fistula multiple.
C. Rangkaian pemeriksaan yang dilakukan pada kasus striktur uretra
(http://agusjati.blogspot.com/)
Diagnosis pada kasus pasien mengalami kesulitan untuk miksi
ditegakkan pertama kali berdasarkan pemeriksaan fisik, yang meliputi
pemeriksaan penis dan uretra yang kemungkinan adanya meatus uretra yang
sempit, vesica dapat teraba menonjol diatas simpisis pubis karena adanya
retensio urine. Untuk membantu jalannya pengeluaran urine yaitu dipasang
kateter melalui saluran uretra. Jika dalam masa terapi pasien masih mengalami
retensio urine, maka dilakukan operasi pembedahSdr. Sebelum dilakukan
pembedahan yaitu dilakukan diagnosa untuk mengetahui panjang dan lokasi
striktur yaitu dengan pemeriksaan radiologi bipolar uretrocystografi. Kontras
bisa lewat atas (pool atas lewat vesica urinaria) ataupun lewat bawah (pool
bawah lewat uretra), sehingga panjang dan ketebalan striktur dapat diketahui.
Dikatakan striktur kontras tidak bisa mengisi seluruh saluran pada uretra.
Adapun teknik pemeriksaan bipolar uretrocystografi adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Uretrocystografi
a.Pengertian
Pemeriksaan radiologi untuk melihat fungsi dari uretra dan vesica
urinaria yang mengalami gangguan berupa penyempitan dan sumbatan
sehingga menimbulkan gangguan pada uretra dan vesica urinaria.
b. Indikasi
o Striktur
Striktur Uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis
pada dindingnya.penyempitan lumen ini disebabkan karena dinding
uretra mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi
fibrosis korpus spongiosum.
o Retensi urine
Kesulitan dalam berkemih
o Kelainan kongenital
Kelainan bawaan dari lahir, hal ini jarang terjadi
o Fistule
Saluran abnormal yang terbentuk antara dua buah organ yang
seharusnya tidak berhubumg.
o Tumor
c. Kontra indikasi
o Infeksi akut
o Recent instrumentation
d.. Prosedur Pelaksanaan
1. Uretrografi (Bontrager,2001)
1.1 Persiapan Pasien
- tidak ada persiapan khusus
- vesica urinaria dikosongkan semaksimal mungkin
1.2 Persiapan Peralatan
- pesawat sinar-X
- kaset dan film ukuran 24x30 cm beserta marker
- media kontras,urografin
- gliserin
- kateter
- spuit
- sarung tangan
- kassa steril
- bengkok atau mangkuk steril
- kapas alkohol
- plester
- baju pasien
1.3 Jalannya Pemeriksaan
- pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan,
setelah disuruh buang air kecil
- daerah orifisium uertra diolesi dengan gliserin
- masukkan media kontras melalui kateter, sebanyak
12 cc
- Lakukan pemotretan dengan beberapa proyeksi
1.4 Proyeksi Pemotretan
Antero Posterior
- Posisi pasien : tidur telentang di atas meja
pemeriksaan
- Posisi obyek : daerah pelvis dan uretra
ditempatkan persis di atas kaset, kedua kaki
direnggangkan
- Arah sinar : ditujukan kesimpisis pubis dan
disudutkan 100
cephalad.
- Kolimasi : gunakan luas lapangan seluas obyek
Right dan left posterior oblique (RPO dan LPO)
− Posisi pasien : tidur telentang di atas meja
pemeriksaan
− Posisi obyek : daerah pelvis dan uretra
ditempatkan persis di atas kaset, kemudian
pasien dimiringkan 300
sehingga uretra tidak
superposisi dengan soft tissue dari otot paha
− Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset
− Pusat sinar : ditujukan ke simpisis pubis
− Kolimasi : gunakan luas lapangan seluas
obyek
− Kriteria gambar : tampak mengisi uretra ( pars
cavernosa, pars membranacea dan pars
prostatika)
2. Pemeriksaan Cystografi ( Bontrager,2001 )
2.1 Persiapan Pasien
- tidak ada persiapan khusus
- vesica urinaria dikosongkan semaksimal mungkin
2.2 Persiapan Peralatan
- pesawat sinar-X
- kaset dan film ukuran 24x30 cm beserta marker
- media kontras,urografin
- gliserin
- kateter
- spuit
- sarung tangan
- kassa steril
- bengkok atau mangkuk steril
- kapas alkohol
- plester
- baju pasien
2.3 Jalannya Pemeriksaan
- pasien tidur telentang di ats meja pemeriksaan, setelah disuruh
buang air kecil - daerah orifisium uretra diolesi dengan gliserin
- masukkan media kontrasyang telah diencerkan dengan cairan
infus sebanyak 150-500 melalui kateter, secara perlahan sampai
ke vesica urinaria sehingga residu urine keluar melalui kateter.
- Setelah media kontras mengisi vesica urinaria, maka lakukan
pemotretan dengan beberapa proyeksi
2.4 Proyeksi Pemotretan
Antero Posterior
Posisi pasien : tidur telentang di atas meja pemeriksaan,
MSP berada di tengah meja
Posisi obyek : daerah pelvis tepat di tengah kaset
Arah sinar : disudutkan 100
caudad.
Pusat sinar : 5 cm di atas simpisis pubis
Kolimasi : gunakan luas lapangan seluas obyek
Right dan left posterior oblique
Posisi pasien : tidur telentang di atas meja
pemeriksaan
Posisi obyek : tubuh dirotasikan kekanan sebesar 450
-
600
Arah sinar : tegak lurus terhadap obyek
Pusat sinar : 5 cm di atas simpisis pubis dan 5 cm
ke arah medial menuju SIAS
Kolimasi : gunakan luas lapangan seluas obyek
Lateral
Posisi pasien : tidur miring pada salah satu sisi, kedua
lutut ditekuk sebagai fiksasi dan kedua lutut diberi bantal
Posisi obyek : daerah pelvis tepat diatas kaset
Arah sinar : tegak lurus terhadap obyek
Pusat sinar : 5 cm di atas dan menuju ke belakang
simpisis pubis
Kolimasi : gunakan luas lapangan seluas obyek
C . Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi adalah usaha-usaha dalam lingkungan kesehatan yang
bertujuan memperkecil penerimaan dosis radiasi yang diterima baik oleh
pihak-pihak yang terlibat selama pemeriksaan radiologi baik bagi pasien,
radiografer, dokter radiologi, dan masyarakat umum dan lingkungan sekitar.
1. Proteksi radiasi bagi pasien
mengatur luas lapangan sesuai lapangan objek yang diperlukan dan
menghindari pengulangan pemeriksaan (pengulangan foto), karena
akan menambah dosis yang diterima oleh.
2. Proteksi radiasi bagi petugas
Petugas berdiri di belakang tabir radiasi selama penyinaran
berlangsung.
Apabila petugas harus berada di ruangan pemeriksaan harus
menggunakan apron.
Menggunakan alat pencatat dosis personil film badge.
Petugas menggunakan sarung tangan timbal
3. Proteksi radiasi bagi masyarakat umum
Yang dimaksud masyarakat umum disini adalah orang yang berada
disekitar unit radiologi dan tidak mempunyai kepentingan dengan
pemeriksaan radiodiagnostik dan dikarenakan suatu hal maka harus
berada didekat unit radiologi, contoh dari masyarakat umum adalah
pengantar pasien ( keluarga, perawat )pemberian proteksi masyarakat
umum sebagai berikut ;
Tembok ruangan pemeriksaan setebal setara dengan ketebalan 0,25
mm Pb dan pintu ruangan di unit radiologi di lapisi Pb.
Memberikan peringatan berupa tulisan, maupun tanda-tanda akan
bahaya radiasi sinar-X
BAB III
PAPARAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Paparan Kasus
Pada tanggal 19 juli 2006, seorang pasien yang diantar keluarganya
datang ke instalasi radiologi Rumah Sakit Saiful Anwar –Malang.Data pasien
tersebut adalah sebagai berikut:
Nama : Sdr. B
Umur : 15 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
No Foto : 17475
Klinis : striktur uretra
Permintaan foto : bipolar uretrosistografi
Namun, melihat keadaan pasien yang non-kooperatif ( penurunan
mental ) akhirnya pemeriksaan tidak bisa dilakukan dan permintaan dikirim
kepada dokter pengirim. Pada tanggal 24 Juli 2006 dokter pengirim meminta
pemeriksaan tetap dilakukan dengan bantuan anastesi total.
B. Riwayat Pasien
Pasien tersebut tidak bisa kencing, kemudian berobat ke dokter. Oleh
dokter pasien dipasang kateter melalui uretra sebagai saluran kencingnya, namun
pemasangan mengalami kegagalan. Akhirnya pasien tersebut dilakukan sistotomi
sebagai saluran kencingnya. Pasien rencananya akan dilakukan operasi
pembedahan . Sebelum operasi dilakukan, dokter urologi meminta untuk
dilakukan pemeriksaan radiologi bipolar uretrocystografi.
C. Pelaksanaan Pemeriksaan
1. Persiapan pasien
− Pasien telah dipasang kateter cystotomi oleh dokter pengirim.
− Keluarga pasien diberikan penjelasan tentang jalannya pemeriksaan
dan mengisi inform consent.
− Pasien dilakukan anastesi karena pasien non kooperatif.
2. Persiapan Alat dan Bahan
- pesawat sinar-X
- kaset dan film ukuran 30x40 cm beserta marker
- media kontras, urografin 76%
- aquabides
- spuit
- sarung tangan
- bengkok atau mangkuk steril
- kapas alkohol
- plester
- baju pasien
3. Jalannya Pemeriksaan
Plain foto AP pelvis
- Posisi pasien : tidur telentang di atas meja pemeriksaan
- Posisi obyek : daerah pelvis dan penis ditempatkan persis di atas
kaset, kedua kaki direnggangkan
- Arah sinar : vertikal tegak lurus meja pemeriksaan
- Pusat sinar : ditujukan ke pertengahan antara kedua SIAS dan
simpisis pubis
- Pusat sinar : 5 cm di atas simpisis pubis dan 5 cm ke arah medial
menuju SIAS
- Kolimasi : luas lapangan seluas obyek
b. LPO
- Posisi pasien : tidur telentang di atas meja pemeriksaan
- Posisi obyek : tubuh dirotasikan kekiri sebesar 450
- Arah sinar : tegak lur- Pusat sinar : 5 cm di atas simpisis pubis dan 5 cm ke arah medial
menuju SIAS
Kemudian kontras urografin diencerkan dengan aquades dengan
perbandingan 1:1 sebanyak 20cc. Spuit di dorong setelah kontras yang
dimasukkan terasa berat maka, dilakukan ekspose proyeksi RPO.
a. RPO
− Posisi pasien : tidur telentang di atas meja pemeriksaan
− Posisi obyek : daerah pelvis dan uretra ditempatkan persis
di atas kaset, kemudian pasien dimiringkan 300
− Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset
− Pusat sinar : ditujukan ke simpisis pubis
− Kolimasi : gunakan luas lapangan seluas obyek
4. Proteksi Radiasi
Terhadap petugas yaitu menggunakan apron pada saat
pemeriksaan dan petugas yang melakukan ekspos berdiri di
belakang tabir pelindung.
Terhadap pemegang pasien, karena pada pemeriksaan ini
pasien nonkoopertif maka untuk memperlancar jalannya
pemeriksaan perlu keluarganya yang memegangi pasien,
namun pada saat itu pemegang pasien tidak menggunakan
apron..
Terhadap masyarakat umum pintu ditutup
D. Pembahasan
Penyempitan uretra pada kasus Sdr.B menyebabkan pasien harus
dipasangi kateter pada saluran uretranya sebagai saluran berkemih. Namun
pemasangan kateter melalui uretra pada Sdr.B mengalami kegagalan.
Kemudian sebagai saluran berkemihnya dipasang kateter cystotomi
melalui vesica urinarianya. Rencananya dokter urologi akan melakukan
operasi pada saluran kencing terhadap Sdr.B. Maka sebelum melakukan us terhadap obyek
operasi tersebut dokter urologi meminta dilakukan pemeriksaan bipolar
uretrocystografi.
1. Persiapan Pasien
Standar pemeriksaan bipolar uretrocystografi di instalasi
Radiologi RS.Dr Saiful Anwar-Malang, pasien sudah
terpasang kateter cystotomi dan pasien mengosongkan vesica
urinaria semaksimal mungkin dengan cara mengeluarkan
urine dari kateter cystostomi. Untuk pemeriksaan Bipolar
uretrocystografi pada kasus Sdr.B, pasien sudah terpasang
kateter cystostomi, tetapi karena keadaan darurat dan pasien
nonkooperatif maka pasien perlu dilakukan anastesi total dan
vesica urinaria tidak dikosongkan.
2. Persiapan Alat
Persiapan alat yang dilakukan pada pemeriksaan ini pada
dasarnya sama dengan persiapan alat yang ada pada teori.
Hanya saja kesterilan alat-alat yang digunakan tidak
diperhatikan. Hal ini dapat mengakibatkan infeksi
nosokomial.
3. Penyiapan Media Kontras
Media kontras yang digunakan pada pemeriksaan bipolar
uretrocystografi di Instalasi Radiologi RS.Dr Saiful Anwar
adalah urografin 76%. Alasan digunakan urografin bukan
media kontras jenis non ionik seperti iopamiro,omnipague
dan sebagainya adalah kontras di masukkan kedalam vesica
urinaria dan uretra tidak melalui aliran pembuluh darah
sehingga penggunaan media kontras non ionik pun tidak
menimbulkan resiko.
Di teori banyaknya media kontras yang digunakan yaitu
350-500cc untuk kontras yang dimasukkan pada vesica
urinaria dan 12cc untuk kontras yang dimasukkan pada uretra
tetapi tidak disebutkan disebutkan jumlah perbandingan
media kontras yang digunakSdr.Di Instalasi Radiologi RS.Dr
Saiful Anwar-Malang, media kontras yang disiapkan untuk
kontras yang dimasukkan ke dalam vesica urinaria melalui
kateter cystostomi yaitu urografin dengan perbandingan 1:4
volume 200 cc dengan pertimbangan jumlah tersebut sudah
mampu mengisi VU secara penuh dan 20cc dengan
perbandingan 1:1 untuk kontras yang dimasukkan melalui
uretra dengan petimbangan pada volume 20 cc kontras yang
dimasukkan melalui uretra jika tidak terdapat sumbatan akan
masuk oula kedalam vesica urinaria.
Terdapat perbedaan perbandingan konsentrasi antara
kontras yang dimasukkan kedalam vesica urinaria dan uretra.
Berdasarkan wawancara dari salah satu radiografer yang
melakukan pemeriksaan ini, alasan terdapatnya perbedaan itu
adalah untuk kontras yang masuk vesica urinaria digunakan
lebih encer dengan alasan kandung kemih berupa kantung
sehingga media kontras akan tertampung dan dengan
pengenceran tersebut sudah dapat memberikan gambaran
yang jelas dan menghemat penggunaan media kontras.
Sedangkan pada saat dimasukkan lewat uretra, kontras yang
dimasukkan lebih pekat, yaitu perbandingan 1:1, alasannya
yaitu melihat anatomi dari uretra, jika media kontras yang
digunakan pekat diharapkan kontras akan menempel pada
mukosa dibandingkan jika media kontras yang diberikan
encer, maka kontras tidak bisa menempel pada mukosa dan
akan kembali lagi, maka gambaran tidak jelas.
4. Pemasukan Media Kontras
Uretrocystografi bipolar yang dilakukan terhadap Sdr.B
di Instalasi radiologi RSU Dr.Saiful Anwar-Malang
menggunakan 2 arah pemasukan media kontras yaitu
cystografi secara antegrade melalui kateter cystotomi dan
uretrografi secara retograde yaitu melalui uretra. Kontras
yang dimasukkan ke dalam vesica urinaria melalui kateter
cystostomy yaitu 200 cc, sedangkan untuk pemasukan
kontras kedalam uretra yaitu kontras yang ada pada spuit
sebanyak 20 cc didorong secara perlahan melalui meatus
uretra eksterna, tetapi kontras hanya mengisi uretra sebanyak
8 cc. Biasanya pemeriksaan bipola uretrocystografi di
instalasi Radiologi RSU Dr Saiful Anwar-Malang pada saat
pemasukan kontras kedalam vesica urinaria pasien disuruh
mengejan jika vesica urinaria terasa penuh. Untuk
pemasukan media kontras kedalam uretra pasien juga disuruh
mengejan kemudian pasien difoto dan media kontras tetap
didorong sampai terasa berat untuk mengetahui daerah
sumbatan. Tetapi pada kasus ini karena pasien nonkooperatif
sehingga harus dilakukan anastesi, maka pasien tidak perlu
mengejan. Kontras didorong sampai terasa berat kemudian
diambil spot foto.
5. Teknik Pemeriksaan
− Tahap pertama adalah foto pelvis tampak penis.
Tujuannya adalah untuk ketepatan posisioning dan
mengatur faktor eksposi apakah sudah tepat sehingga
dapat melihat kondisi daerah pelvis serta untuk
mengevalavuasi patologi lain yang terjadi di daerah
uretra sebelum pemasukan media kontras.
− Selanjutnya setelah pemasukan media kontras melalui
vesica urinaria adalah diambil foto oblik kanan dan
oblik kiri. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi daerah
vesica urinaria dari aspek oblik kanan dan kiri. Proyeksi
yang digunakan sedikit berbeda dengan teori, di teori
yaitu AP,oblik RPO/LPO dan lateral. Alasan hanya
digunakan proyeksi oblik karena dengan proyeksi
tersebut mampu menilai gambaran vesica urinaria dari
aspek oblik yaitu untuk melihat pendesakan sekaligus
mampu melihat sebagian dari saluran uretra serta lebih
memberikan informasi diagnostik. Padahal menurut
penulis disamping proyeksi oblik perlu juga dilakukan
proyeksi AP untuk menilai daerah vesica urinaria dari
aspek anterior. Jadi cukup digunakan proyeksi AP dan
salah satu proyeksi oblik saja, karena kedua proyeksi
tersebut sudah mampu menilai gambaran daerah vesica
urinaria dari aspek anterior dan oblik.
− Pengambilan foto selanjutnya setelah media kontras
dimasukkan melalui uretra adalah pengambilan foto
proyeksi RPO , tujuannya yaitu supaya uretra tidak
superposisi dengan softissue yang ada di sekitarnya. Di
teori proyeksi yang digunakan adalah AP, RPO dan
LPO. Menurut penulis proyeksi oblik saja sudah
mampu memberikan informasi diagnostik, tidak perlu
dilakukan proyeksi AP sebab saluran uretra tidak bisa
dinilai karena akan saling superposisi.
6. Proteksi Radiasi
Pada saat pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada
Sdr.B proteksi radiasi yang dilakukan
Terhadap pasien yaitu dengan menggunakan faktor eksposi
secukupnya. Seharusnya proteksi radiasi yang dilakukan
perlu ditambah yaitu menggunakan kolomasi secukupnya
( seluas objek), sedangkan pada pemeriksaan ini koloimasi
dibuka seluas kaset.
Terhadap petugas yaitu menggunakan apron pada saat
pemeriksaan dan petugas yang melakukan ekspos berdiri di
belakang tabir pelindung. Seharusnya petugas yang ada di
ruang pemeriksaan juga menggunakan sarung timbal karena
ekspos diambil pada saat pemasukan kontras.
Terhadap pemegang pasien, karena pada pemeriksaan ini
pasien nonkoopertif maka untuk memperlancar jalannya
pemeriksaan perlu keluarganya yang memegangi pasien,
namun pada saat itu pemegang pasien tidak menggunakan
apron. Seharusnya selama pemeriksaan berlangsung
pemegang pasien dipakaikan apron.
Terhadap masyarakat umum sebaiknya pintu ditutup
Secara keseluruhan, pemeriksaan bipolar uretocystografi sudah dapat
menunjukkan penyempitan uretra pada pars kavernosa yang menyebabkan
gagalnya pemasangan kateter dan menegaakkakn diagnosa striktur uretra pars
kavernosa pada pasien. Dari pemeriksaan ini, dokter urologi dapat mengetahui
panjang penyempitan dan lokasi penyempitan sehingga untuk langkah
selanjutnya bisa dilakukan tindakan . Jadi, jika tidak ditemukan striktur kateter
cistostomi dapat dilepas. Namun jika terdapat striktur uretra, maka dapat
dilakukan reparasi uretra atau sachse. Nah, disini peranan pemeriksaan radiologi
bipolar uretrocystografi sebagai penunjang untuk menegakkan diagnosa pada
kasus striktur uretra yang berperan sebagai petunjuk bagi dokter urologi untuk
mengambil tindakan selanjutnya.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas penulis dapat menarik kesimpulansebagai berikut:
1. Standard pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada kasus striktur di
Instalasi Radiologi RS.Dr Saiful Anwar-Malang, pasien telah terpasang
kateter cystostomy
2. Pemasukan media kontras pada pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada
kasus striktur di Instalasi Radiologi RSU Dr.Saiful Anwar-Malang yaitu
cystografi secara antegrade melalui lubang cystostomi dan uretrografi
secara retrograde yaitu melalui meatus uretra eksterna.
3. Proyeksi yang digunakan yaitu kedua-duanya diambil foto RPO dan LPO
tidak diambil foto AP dengan alasan untuk menghindari superposisi
dengan softissue yang ada di sekitarnya.
4. Pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada pasien Sdr.B dengan kasus
striktur uretra mempunyai peranan yang penting yaitu dapat menunjukkan
lokasi striktur, panjang striktur, dan total striktur sehingga mampu
memberikan informasi diagnostik bagi dokter urologi untuk penanganan
selanjutnya terhadap kasus ini.
B. SARAN
1. Pada pemeriksaan bipolar uretrocystografi, pada saat cystografi disamping
proyeksi oblik, sebaiknya dilakukan juga proyeksi AP untuk menilai
anatomi vesica urinaria dari aspek anterior
2. Pemeriksaan bipolar uretrocystografi perlu menjaga kesterilan alat-alat
yang digunakan untuk mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3. Proteksi radiasi hendaknya diperhatikan terutama bagi keluarga yang
memegangi pasien seharusnya memakai apron dan selama pemeriksaan
berlangsung pintu ditutup.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, B.P . 2000. Urologi . Unibraw : Surabaya
Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related
Anatomy, Fifth Edition. USA : CV. Mosby, Company
Pearce, Evelyn C. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama
Smeltzer, Suzane. 2002. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC
Surbakti, J. Sudin. 2003. Diktat Kuliah Intravena Pyelografi. Jurusan Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Semarang
www.google.com//http://agusjati.blogspot.com/
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Traktus urinarius atau sistem urinaria sebagai salah satu sistem tubuh ,
yang memiliki organ – organ yang kompleks dan rentan terhadap suatu penyakit.
Terdapatnya kelainan pada suatu organ akan mengganggu proses pembentukan
dan pengeluaran dari urine. Salah satu kelainan pada traktus urinarius adalah
Striktur uretra. Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra disertai
menurunnya atau hilangnya elastisitas uretra karena fibrosis jaringan, sehingga
penderita mengalami kesulitan saat berkemih atau bahkan tidak bisa berkemih.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada striktur uretra adalah pemeriksaan
fisik dan radiologi. Pemeriksaan radiologi yang digunakan untuk melihat adanya
lokasi penyempitan pada uretra adalah uretrografi, sedangkan untuk melihat lokasi
dan panjang penyempitan adalah bipolar uretrocystografi. Seperti kasus striktur
uretra yang terjadi pada pasien yang bernama Sdr. B dengan klinis striktur uretra,
maka dilakukan pemeriksaan bipolar uretrocystografi.
Penulis tertarik untuk mengkaji dan mempelajari lebih mendalam tentang
striktur uretra, peranan pemeriksaan radiologi bipolar uretrocystografi bagi dokter
pengirim ( dokter bedah ) serta membahas teknik pemeriksaan bipolar
uretrocystografi di Instalasi Radiologi RSU Dr.Saiful Anwar - Malang pada kasus
striktur uretra. Alasan-alasan itulah yang mendasari penulis tertarik untuk
menuangkannya dalam laporan kasus yang berjudul “Teknik Pemeriksaan
Radiologi Bipolar Uretrocystografi Pada Kasus Striktur Uretra di Instalasi
Radiologi RSU.Dr Saiful Anwar-Malang”
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari kontrak belajar ini ialah :
1. Bagaimanakah teknik pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada kasus
striktura uretra di Instalasi Radiologi RSU Dr. Saiful Anwar?
2. Apakah peranan pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada kasus
striktura uretra di Instalasi Radiologi RSU Dr. Saiful Anwar?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan kontrak belajar ini antara lain:
1. Mengetahui teknik pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada kasus
striktur uretra di Instalasi Radiologi RSU Dr. Saiful Anwar?
2. Mengetahui peranan pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada kasus
striktur uretra di Instalasi Radiologi RSU Dr. Saiful Anwar?
3. Untuk melengkapi tugas mata kuliah PKL II
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Secara garis besar, sistematika penulisan yang digunakan dalam
penyusunan kontrak belajar ini ialah:
BAB I PENDAHULUAN berisi latar belakang, tujuan penulisan,
rumusan masalah dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA berisi landasan teori meliputi anatomi
dan fisiologi, patologi striktur uretra, serta teknik pemeriksaan bipolar
uretrocystografi
BAB III PEMBAHASAN berisi tentang paparan kasus, riwayat pasien
beserta pembahasannya.
BAB IV PENUTUP berisi kesimpulan dan saran
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi dan fisiologi kandung kemih, prostat dan uretra. (Pearce,1999)
1. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria atau yang sering disebut kandung kemih merupakan
viscera pelvis berongga yang tersusun oleh otot polos, lamina promina,
submukosa dan mukosa. Kandung kemih memiliki bentuk menyerupai buah
pir(kendi) dan dilapisi oleh lapisan mukosa sel epitel transional, muskulus
yang tebal (detrusor muscle), jaringan fibrous (kecuali pada bagian superior
dibentuk oleh peritoneum parietal).
Kandung kemih terletak di dalam panggul besar, sekitar bagian
posterosuperior dari simpisis pubis. Pada laki-laki terletak dibagian anterior
dari rectum sedangkan pada wanita terletak disebelah anterior vagina dan
uterus. Kandung kemih memiliki tiga bentuk membuka pada daerah triangular
yang disebut sebagai trigone. Pada saat kosong, vesika urinaria akan terlihat
kolaps dan akan tampak rugae-rugae. Apabila terisi penuh kandung kemih
akan menegang dan rugae akan menghilang. Bentuk, ukuran dan posisi vesika
urinaria bervariasi tergantung dari jumlah urine yang terdapat di dalamnya.
Secara umum volume kandung kemih berkisar antara 350 – 500 ml.
Fungsi dari kandung kemih ialah menampung urine yang dialirkan oleh
ureter dari ginjal dan dibantu uretra kandung kemih berfungsi mendorong kemih
keluar tubuh.
2. Prostat
Ukuran prostate kecil dan letaknya agak ke posterior dan inferior dari
simfisis pubis. Selain bentuknya yang kecil, kelenjar prostat juga menyerupai
kerucut dengan bagian dorsalnya berhimpit dengan kandung kemih serta bagian
apeksnya berhubungan dengan bagian bawah pelvis. Ukuran baguian
tranversalnya ialah sekitar 1,5 inchi (3,75 cm) serta bagian anteroposterior
sepanjang 1 inchi (2,5 cm). Prostate hanya ditemukan pada laki-laki dan
berfungsi untuk motalitas semen selama reproduksi.
3. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang terdiri dari mukosa membrane
dengan muskulus yang berbentuk spinkter pada bagian bawah dari kandung
kemih. Pada vesikouretra junction terdapat penebalan dari muskulus detrusor
yang disebut internal urethral sphincter (involuntary). Sedangkan eksternal
urethral sphincter (voluntary) dibentuk oleh muskulus skeletal yang mengelilingi
uretra melalui diafragma urogenital. Dindingnya terdiri dari tiga lapisan yaitu:
epitel transional, columnair pseudostratified dan squamous stratified. Letak uretra
di atas dari orivisium internal uretra pada kandung kemih dan terbentang
sepanjang 1,5 inchi ( 3,75 cm) pada wanita dan 7-8 inchi (18,75 cm) pada pria.
Uretra pria dibagi atas :
1. Uretra Posterior, dibagi menjadi:
• Pars prostatika : dengan panjang sekitar 2,5 cm, berjalan melalui
kelenjar prostate.
• Pars membranacea : dengan panjang sekitar 2 cm, berjalan
melalui diafragma urogenital antara prostate dan penis
2. Uretra Anterior, dibagi menjadi:
• Pars bulbaris : terletak di proksimal,merupakan bagian uretra
yang melewati bulbus penis.
• Pars pendulum /cavernosa/spongiosa: dengan panjang sekitar 15
cm, berjalan melalui penis (berfungsi juga sebagai transport
semen).
• Pars glandis: bagian uretra di gland penis. Uretra ini sanga
pendek dan epitelnya sangat berupa squamosa ( squamous
compleks noncornificatum)
Uretra berfungsi untuk transport urine dari kandung kemih ke meatus
eksterna, uretra merupakan sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung
kemih hingga lubang air. (Pearce,1999).
B. Patologi Striktur Uretra
1) Pengertian
Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra disertai menurunnya
(hilangnya) elastisitas uretra karena fibrosis jaringSdr.
2) Etiologi
Penyebab striktur uretra adalah:
a. Kongenital
Hal ini jarang terjadi. Misalnya:
Meatus kecil pada meatus ektopik pada pasien hipospodia.
Divertikula kongenital -> penyebab proses striktura uretra.
b. Trauma
Merupakan penyebab terbesar striktura (fraktur pelvis, trauma
uretra anterior, tindakan sistoskopi, prostatektomi,katerisasi).
Trauma uretra anterior, misalnya karena straddle injury. Pada
straddle injury, perineal terkena benda keras, misalnya
plantangan sepeda, sehingga menimbulkan trauma uretra pars
bulbaris.
Fraktur/trauma pada pelvis dapat menyebabkan cedera pada
uretra posterior. Jadi seperti kita ketahui, antara prostat dan os
pubis dihubungkan oleh ligamentum puboprostaticum.
Sehingga kalau ada trauma disini, ligamentum tertarik, uretra
posterior bisa sobek. Jadi memang sebagian besar striktura
uretra terjadi dibagian-bagian yang terfiksir seperti bulbus dan
prostat. Di pars pendulan jarang terjadi cedera karena sifatnya
yang mobile.
Kateterisasi juga bisa menyebabkan striktura uretra bila
diameter kateter dan diameter lumen uretra tidak proporsional.
c. Infeksi, seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik (GO,
TBC).
Kalau kita menemukan pasien dengan urteritis akut, pasien
harus diberi tahu bahwa pengobatannya harus sempurna. Jadi
obatnya harus dibeli semuanya, jangan hanya setengah apalagi
sepertiganya. Kalau pengobatannya tidak tuntas, uretritisnya bisa
menjadi kronik. Pada uretritis akut, setelah sembuh jaringan
penggantinya sama dengan iarinqan asal. Jadi kalau asalnya epitel
squamous, jaringan penggantinya juga epitel squamous. Kalau
pada uretritis kronik, setelah penyembuhan, jaringan penggantinya
adalah jarinqan fibrous. Akibatnya lumen uretra menjadi sempit,
dan elastisitas ureter menghilang. Itulah sebabnya pasien harus
benar-benar diberi tahu agar menuntaskan pengobatSdr.
d. Tumor
Tumor bisa menyebabkan striktura melalui dua cara, yaitu proses
penyembuhan tumor yang menyebabkan striktura uretra, ataupun
tumornya itu sendiri yang mengakibatkan sumbatan uretra.
3) Keluhan/gejala:
Pancaran air kencing lemah Pancaran air kencing bercabang
Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana
pancaran urinnya. Normalnya, pancaran urin jauh dan diameternya
besar. Tapi kalau terjadi penyempitan karena striktur, maka
pancarannya akan jadi turbulen. Mirip seperti pancaran keran di
westafel kalau ditutup sebagiSdr.
Frekuensi
Disebut frekuensi apabila kencing lebih sering dari normal, yaitu lebih
dari tuiuh kali. Apabila sering krencing di malam hari disebut nocturia.
Dikatakan nocturia apabila di malam hari, kencing lebih dari satu kali,
dan keinginan kencingnya itu sampai membangunkannya dari tidur
sehingga mengganggu tidurnya.
Overflow incontinence (inkontinensia paradoxal)
Terjadi karena meningkatnya tekanan di vesica akibat penumpukan
urin yang terus menerus. Tekanan di vesica menjadi lebih tinggi
daripada tekanan di uretra. Akibatnya urin dapat keluar sendiri tanpa
terkontrol. Jadi disini terlihat adanya perbedaan antara overflow
inkontinensia (inkontinesia paradoksal) dengan flow incontinentia.
Pada flow incontinenntia, misalnya akibat paralisis musculus
spshincter urtetra, urin keluar tanpa adanya keinginan untuk kencing.
Kalau pada overflow incontinence, pasien merasa ingin kencing
(karena vesicanya penuh), namun urin keluar tanpa bisa dikontrol.
Itulah sebabnya disebut inkontinensia paradoxal.
Dysuria dan hematuria
4) Patofisiologi
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan
menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Rangkaian
patologi yang terjadi di sekitar uretra adalah:
-proses radang akibat trauma dan infeksi pada uretra
-jaringan sikatriks dinding uretra (striktur uretra)
-hambatan aliran urine-urine mencari jaln lain untuk keluar
-mengumpul di suatu tempat di luar uretra (peri uretra)
-jika terinfeksi timbul abses uretra, yang kemudian pecah
-fistula uretro kutan-fistula multiple.
C. Rangkaian pemeriksaan yang dilakukan pada kasus striktur uretra
(http://agusjati.blogspot.com/)
Diagnosis pada kasus pasien mengalami kesulitan untuk miksi
ditegakkan pertama kali berdasarkan pemeriksaan fisik, yang meliputi
pemeriksaan penis dan uretra yang kemungkinan adanya meatus uretra yang
sempit, vesica dapat teraba menonjol diatas simpisis pubis karena adanya
retensio urine. Untuk membantu jalannya pengeluaran urine yaitu dipasang
kateter melalui saluran uretra. Jika dalam masa terapi pasien masih mengalami
retensio urine, maka dilakukan operasi pembedahSdr. Sebelum dilakukan
pembedahan yaitu dilakukan diagnosa untuk mengetahui panjang dan lokasi
striktur yaitu dengan pemeriksaan radiologi bipolar uretrocystografi. Kontras
bisa lewat atas (pool atas lewat vesica urinaria) ataupun lewat bawah (pool
bawah lewat uretra), sehingga panjang dan ketebalan striktur dapat diketahui.
Dikatakan striktur kontras tidak bisa mengisi seluruh saluran pada uretra.
Adapun teknik pemeriksaan bipolar uretrocystografi adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Uretrocystografi
a.Pengertian
Pemeriksaan radiologi untuk melihat fungsi dari uretra dan vesica
urinaria yang mengalami gangguan berupa penyempitan dan sumbatan
sehingga menimbulkan gangguan pada uretra dan vesica urinaria.
b. Indikasi
o Striktur
Striktur Uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis
pada dindingnya.penyempitan lumen ini disebabkan karena dinding
uretra mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi
fibrosis korpus spongiosum.
o Retensi urine
Kesulitan dalam berkemih
o Kelainan kongenital
Kelainan bawaan dari lahir, hal ini jarang terjadi
o Fistule
Saluran abnormal yang terbentuk antara dua buah organ yang
seharusnya tidak berhubumg.
o Tumor
c. Kontra indikasi
o Infeksi akut
o Recent instrumentation
d.. Prosedur Pelaksanaan
1. Uretrografi (Bontrager,2001)
1.1 Persiapan Pasien
- tidak ada persiapan khusus
- vesica urinaria dikosongkan semaksimal mungkin
1.2 Persiapan Peralatan
- pesawat sinar-X
- kaset dan film ukuran 24x30 cm beserta marker
- media kontras,urografin
- gliserin
- kateter
- spuit
- sarung tangan
- kassa steril
- bengkok atau mangkuk steril
- kapas alkohol
- plester
- baju pasien
1.3 Jalannya Pemeriksaan
- pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan,
setelah disuruh buang air kecil
- daerah orifisium uertra diolesi dengan gliserin
- masukkan media kontras melalui kateter, sebanyak
12 cc
- Lakukan pemotretan dengan beberapa proyeksi
1.4 Proyeksi Pemotretan
Antero Posterior
- Posisi pasien : tidur telentang di atas meja
pemeriksaan
- Posisi obyek : daerah pelvis dan uretra
ditempatkan persis di atas kaset, kedua kaki
direnggangkan
- Arah sinar : ditujukan kesimpisis pubis dan
disudutkan 100
cephalad.
- Kolimasi : gunakan luas lapangan seluas obyek
Right dan left posterior oblique (RPO dan LPO)
− Posisi pasien : tidur telentang di atas meja
pemeriksaan
− Posisi obyek : daerah pelvis dan uretra
ditempatkan persis di atas kaset, kemudian
pasien dimiringkan 300
sehingga uretra tidak
superposisi dengan soft tissue dari otot paha
− Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset
− Pusat sinar : ditujukan ke simpisis pubis
− Kolimasi : gunakan luas lapangan seluas
obyek
− Kriteria gambar : tampak mengisi uretra ( pars
cavernosa, pars membranacea dan pars
prostatika)
2. Pemeriksaan Cystografi ( Bontrager,2001 )
2.1 Persiapan Pasien
- tidak ada persiapan khusus
- vesica urinaria dikosongkan semaksimal mungkin
2.2 Persiapan Peralatan
- pesawat sinar-X
- kaset dan film ukuran 24x30 cm beserta marker
- media kontras,urografin
- gliserin
- kateter
- spuit
- sarung tangan
- kassa steril
- bengkok atau mangkuk steril
- kapas alkohol
- plester
- baju pasien
2.3 Jalannya Pemeriksaan
- pasien tidur telentang di ats meja pemeriksaan, setelah disuruh
buang air kecil - daerah orifisium uretra diolesi dengan gliserin
- masukkan media kontrasyang telah diencerkan dengan cairan
infus sebanyak 150-500 melalui kateter, secara perlahan sampai
ke vesica urinaria sehingga residu urine keluar melalui kateter.
- Setelah media kontras mengisi vesica urinaria, maka lakukan
pemotretan dengan beberapa proyeksi
2.4 Proyeksi Pemotretan
Antero Posterior
Posisi pasien : tidur telentang di atas meja pemeriksaan,
MSP berada di tengah meja
Posisi obyek : daerah pelvis tepat di tengah kaset
Arah sinar : disudutkan 100
caudad.
Pusat sinar : 5 cm di atas simpisis pubis
Kolimasi : gunakan luas lapangan seluas obyek
Right dan left posterior oblique
Posisi pasien : tidur telentang di atas meja
pemeriksaan
Posisi obyek : tubuh dirotasikan kekanan sebesar 450
-
600
Arah sinar : tegak lurus terhadap obyek
Pusat sinar : 5 cm di atas simpisis pubis dan 5 cm
ke arah medial menuju SIAS
Kolimasi : gunakan luas lapangan seluas obyek
Lateral
Posisi pasien : tidur miring pada salah satu sisi, kedua
lutut ditekuk sebagai fiksasi dan kedua lutut diberi bantal
Posisi obyek : daerah pelvis tepat diatas kaset
Arah sinar : tegak lurus terhadap obyek
Pusat sinar : 5 cm di atas dan menuju ke belakang
simpisis pubis
Kolimasi : gunakan luas lapangan seluas obyek
C . Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi adalah usaha-usaha dalam lingkungan kesehatan yang
bertujuan memperkecil penerimaan dosis radiasi yang diterima baik oleh
pihak-pihak yang terlibat selama pemeriksaan radiologi baik bagi pasien,
radiografer, dokter radiologi, dan masyarakat umum dan lingkungan sekitar.
1. Proteksi radiasi bagi pasien
mengatur luas lapangan sesuai lapangan objek yang diperlukan dan
menghindari pengulangan pemeriksaan (pengulangan foto), karena
akan menambah dosis yang diterima oleh.
2. Proteksi radiasi bagi petugas
Petugas berdiri di belakang tabir radiasi selama penyinaran
berlangsung.
Apabila petugas harus berada di ruangan pemeriksaan harus
menggunakan apron.
Menggunakan alat pencatat dosis personil film badge.
Petugas menggunakan sarung tangan timbal
3. Proteksi radiasi bagi masyarakat umum
Yang dimaksud masyarakat umum disini adalah orang yang berada
disekitar unit radiologi dan tidak mempunyai kepentingan dengan
pemeriksaan radiodiagnostik dan dikarenakan suatu hal maka harus
berada didekat unit radiologi, contoh dari masyarakat umum adalah
pengantar pasien ( keluarga, perawat )pemberian proteksi masyarakat
umum sebagai berikut ;
Tembok ruangan pemeriksaan setebal setara dengan ketebalan 0,25
mm Pb dan pintu ruangan di unit radiologi di lapisi Pb.
Memberikan peringatan berupa tulisan, maupun tanda-tanda akan
bahaya radiasi sinar-X
BAB III
PAPARAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Paparan Kasus
Pada tanggal 19 juli 2006, seorang pasien yang diantar keluarganya
datang ke instalasi radiologi Rumah Sakit Saiful Anwar –Malang.Data pasien
tersebut adalah sebagai berikut:
Nama : Sdr. B
Umur : 15 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
No Foto : 17475
Klinis : striktur uretra
Permintaan foto : bipolar uretrosistografi
Namun, melihat keadaan pasien yang non-kooperatif ( penurunan
mental ) akhirnya pemeriksaan tidak bisa dilakukan dan permintaan dikirim
kepada dokter pengirim. Pada tanggal 24 Juli 2006 dokter pengirim meminta
pemeriksaan tetap dilakukan dengan bantuan anastesi total.
B. Riwayat Pasien
Pasien tersebut tidak bisa kencing, kemudian berobat ke dokter. Oleh
dokter pasien dipasang kateter melalui uretra sebagai saluran kencingnya, namun
pemasangan mengalami kegagalan. Akhirnya pasien tersebut dilakukan sistotomi
sebagai saluran kencingnya. Pasien rencananya akan dilakukan operasi
pembedahan . Sebelum operasi dilakukan, dokter urologi meminta untuk
dilakukan pemeriksaan radiologi bipolar uretrocystografi.
C. Pelaksanaan Pemeriksaan
1. Persiapan pasien
− Pasien telah dipasang kateter cystotomi oleh dokter pengirim.
− Keluarga pasien diberikan penjelasan tentang jalannya pemeriksaan
dan mengisi inform consent.
− Pasien dilakukan anastesi karena pasien non kooperatif.
2. Persiapan Alat dan Bahan
- pesawat sinar-X
- kaset dan film ukuran 30x40 cm beserta marker
- media kontras, urografin 76%
- aquabides
- spuit
- sarung tangan
- bengkok atau mangkuk steril
- kapas alkohol
- plester
- baju pasien
3. Jalannya Pemeriksaan
Plain foto AP pelvis
- Posisi pasien : tidur telentang di atas meja pemeriksaan
- Posisi obyek : daerah pelvis dan penis ditempatkan persis di atas
kaset, kedua kaki direnggangkan
- Arah sinar : vertikal tegak lurus meja pemeriksaan
- Pusat sinar : ditujukan ke pertengahan antara kedua SIAS dan
simpisis pubis
- Pusat sinar : 5 cm di atas simpisis pubis dan 5 cm ke arah medial
menuju SIAS
- Kolimasi : luas lapangan seluas obyek
b. LPO
- Posisi pasien : tidur telentang di atas meja pemeriksaan
- Posisi obyek : tubuh dirotasikan kekiri sebesar 450
- Arah sinar : tegak lur- Pusat sinar : 5 cm di atas simpisis pubis dan 5 cm ke arah medial
menuju SIAS
Kemudian kontras urografin diencerkan dengan aquades dengan
perbandingan 1:1 sebanyak 20cc. Spuit di dorong setelah kontras yang
dimasukkan terasa berat maka, dilakukan ekspose proyeksi RPO.
a. RPO
− Posisi pasien : tidur telentang di atas meja pemeriksaan
− Posisi obyek : daerah pelvis dan uretra ditempatkan persis
di atas kaset, kemudian pasien dimiringkan 300
− Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset
− Pusat sinar : ditujukan ke simpisis pubis
− Kolimasi : gunakan luas lapangan seluas obyek
4. Proteksi Radiasi
Terhadap petugas yaitu menggunakan apron pada saat
pemeriksaan dan petugas yang melakukan ekspos berdiri di
belakang tabir pelindung.
Terhadap pemegang pasien, karena pada pemeriksaan ini
pasien nonkoopertif maka untuk memperlancar jalannya
pemeriksaan perlu keluarganya yang memegangi pasien,
namun pada saat itu pemegang pasien tidak menggunakan
apron..
Terhadap masyarakat umum pintu ditutup
D. Pembahasan
Penyempitan uretra pada kasus Sdr.B menyebabkan pasien harus
dipasangi kateter pada saluran uretranya sebagai saluran berkemih. Namun
pemasangan kateter melalui uretra pada Sdr.B mengalami kegagalan.
Kemudian sebagai saluran berkemihnya dipasang kateter cystotomi
melalui vesica urinarianya. Rencananya dokter urologi akan melakukan
operasi pada saluran kencing terhadap Sdr.B. Maka sebelum melakukan us terhadap obyek
operasi tersebut dokter urologi meminta dilakukan pemeriksaan bipolar
uretrocystografi.
1. Persiapan Pasien
Standar pemeriksaan bipolar uretrocystografi di instalasi
Radiologi RS.Dr Saiful Anwar-Malang, pasien sudah
terpasang kateter cystotomi dan pasien mengosongkan vesica
urinaria semaksimal mungkin dengan cara mengeluarkan
urine dari kateter cystostomi. Untuk pemeriksaan Bipolar
uretrocystografi pada kasus Sdr.B, pasien sudah terpasang
kateter cystostomi, tetapi karena keadaan darurat dan pasien
nonkooperatif maka pasien perlu dilakukan anastesi total dan
vesica urinaria tidak dikosongkan.
2. Persiapan Alat
Persiapan alat yang dilakukan pada pemeriksaan ini pada
dasarnya sama dengan persiapan alat yang ada pada teori.
Hanya saja kesterilan alat-alat yang digunakan tidak
diperhatikan. Hal ini dapat mengakibatkan infeksi
nosokomial.
3. Penyiapan Media Kontras
Media kontras yang digunakan pada pemeriksaan bipolar
uretrocystografi di Instalasi Radiologi RS.Dr Saiful Anwar
adalah urografin 76%. Alasan digunakan urografin bukan
media kontras jenis non ionik seperti iopamiro,omnipague
dan sebagainya adalah kontras di masukkan kedalam vesica
urinaria dan uretra tidak melalui aliran pembuluh darah
sehingga penggunaan media kontras non ionik pun tidak
menimbulkan resiko.
Di teori banyaknya media kontras yang digunakan yaitu
350-500cc untuk kontras yang dimasukkan pada vesica
urinaria dan 12cc untuk kontras yang dimasukkan pada uretra
tetapi tidak disebutkan disebutkan jumlah perbandingan
media kontras yang digunakSdr.Di Instalasi Radiologi RS.Dr
Saiful Anwar-Malang, media kontras yang disiapkan untuk
kontras yang dimasukkan ke dalam vesica urinaria melalui
kateter cystostomi yaitu urografin dengan perbandingan 1:4
volume 200 cc dengan pertimbangan jumlah tersebut sudah
mampu mengisi VU secara penuh dan 20cc dengan
perbandingan 1:1 untuk kontras yang dimasukkan melalui
uretra dengan petimbangan pada volume 20 cc kontras yang
dimasukkan melalui uretra jika tidak terdapat sumbatan akan
masuk oula kedalam vesica urinaria.
Terdapat perbedaan perbandingan konsentrasi antara
kontras yang dimasukkan kedalam vesica urinaria dan uretra.
Berdasarkan wawancara dari salah satu radiografer yang
melakukan pemeriksaan ini, alasan terdapatnya perbedaan itu
adalah untuk kontras yang masuk vesica urinaria digunakan
lebih encer dengan alasan kandung kemih berupa kantung
sehingga media kontras akan tertampung dan dengan
pengenceran tersebut sudah dapat memberikan gambaran
yang jelas dan menghemat penggunaan media kontras.
Sedangkan pada saat dimasukkan lewat uretra, kontras yang
dimasukkan lebih pekat, yaitu perbandingan 1:1, alasannya
yaitu melihat anatomi dari uretra, jika media kontras yang
digunakan pekat diharapkan kontras akan menempel pada
mukosa dibandingkan jika media kontras yang diberikan
encer, maka kontras tidak bisa menempel pada mukosa dan
akan kembali lagi, maka gambaran tidak jelas.
4. Pemasukan Media Kontras
Uretrocystografi bipolar yang dilakukan terhadap Sdr.B
di Instalasi radiologi RSU Dr.Saiful Anwar-Malang
menggunakan 2 arah pemasukan media kontras yaitu
cystografi secara antegrade melalui kateter cystotomi dan
uretrografi secara retograde yaitu melalui uretra. Kontras
yang dimasukkan ke dalam vesica urinaria melalui kateter
cystostomy yaitu 200 cc, sedangkan untuk pemasukan
kontras kedalam uretra yaitu kontras yang ada pada spuit
sebanyak 20 cc didorong secara perlahan melalui meatus
uretra eksterna, tetapi kontras hanya mengisi uretra sebanyak
8 cc. Biasanya pemeriksaan bipola uretrocystografi di
instalasi Radiologi RSU Dr Saiful Anwar-Malang pada saat
pemasukan kontras kedalam vesica urinaria pasien disuruh
mengejan jika vesica urinaria terasa penuh. Untuk
pemasukan media kontras kedalam uretra pasien juga disuruh
mengejan kemudian pasien difoto dan media kontras tetap
didorong sampai terasa berat untuk mengetahui daerah
sumbatan. Tetapi pada kasus ini karena pasien nonkooperatif
sehingga harus dilakukan anastesi, maka pasien tidak perlu
mengejan. Kontras didorong sampai terasa berat kemudian
diambil spot foto.
5. Teknik Pemeriksaan
− Tahap pertama adalah foto pelvis tampak penis.
Tujuannya adalah untuk ketepatan posisioning dan
mengatur faktor eksposi apakah sudah tepat sehingga
dapat melihat kondisi daerah pelvis serta untuk
mengevalavuasi patologi lain yang terjadi di daerah
uretra sebelum pemasukan media kontras.
− Selanjutnya setelah pemasukan media kontras melalui
vesica urinaria adalah diambil foto oblik kanan dan
oblik kiri. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi daerah
vesica urinaria dari aspek oblik kanan dan kiri. Proyeksi
yang digunakan sedikit berbeda dengan teori, di teori
yaitu AP,oblik RPO/LPO dan lateral. Alasan hanya
digunakan proyeksi oblik karena dengan proyeksi
tersebut mampu menilai gambaran vesica urinaria dari
aspek oblik yaitu untuk melihat pendesakan sekaligus
mampu melihat sebagian dari saluran uretra serta lebih
memberikan informasi diagnostik. Padahal menurut
penulis disamping proyeksi oblik perlu juga dilakukan
proyeksi AP untuk menilai daerah vesica urinaria dari
aspek anterior. Jadi cukup digunakan proyeksi AP dan
salah satu proyeksi oblik saja, karena kedua proyeksi
tersebut sudah mampu menilai gambaran daerah vesica
urinaria dari aspek anterior dan oblik.
− Pengambilan foto selanjutnya setelah media kontras
dimasukkan melalui uretra adalah pengambilan foto
proyeksi RPO , tujuannya yaitu supaya uretra tidak
superposisi dengan softissue yang ada di sekitarnya. Di
teori proyeksi yang digunakan adalah AP, RPO dan
LPO. Menurut penulis proyeksi oblik saja sudah
mampu memberikan informasi diagnostik, tidak perlu
dilakukan proyeksi AP sebab saluran uretra tidak bisa
dinilai karena akan saling superposisi.
6. Proteksi Radiasi
Pada saat pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada
Sdr.B proteksi radiasi yang dilakukan
Terhadap pasien yaitu dengan menggunakan faktor eksposi
secukupnya. Seharusnya proteksi radiasi yang dilakukan
perlu ditambah yaitu menggunakan kolomasi secukupnya
( seluas objek), sedangkan pada pemeriksaan ini koloimasi
dibuka seluas kaset.
Terhadap petugas yaitu menggunakan apron pada saat
pemeriksaan dan petugas yang melakukan ekspos berdiri di
belakang tabir pelindung. Seharusnya petugas yang ada di
ruang pemeriksaan juga menggunakan sarung timbal karena
ekspos diambil pada saat pemasukan kontras.
Terhadap pemegang pasien, karena pada pemeriksaan ini
pasien nonkoopertif maka untuk memperlancar jalannya
pemeriksaan perlu keluarganya yang memegangi pasien,
namun pada saat itu pemegang pasien tidak menggunakan
apron. Seharusnya selama pemeriksaan berlangsung
pemegang pasien dipakaikan apron.
Terhadap masyarakat umum sebaiknya pintu ditutup
Secara keseluruhan, pemeriksaan bipolar uretocystografi sudah dapat
menunjukkan penyempitan uretra pada pars kavernosa yang menyebabkan
gagalnya pemasangan kateter dan menegaakkakn diagnosa striktur uretra pars
kavernosa pada pasien. Dari pemeriksaan ini, dokter urologi dapat mengetahui
panjang penyempitan dan lokasi penyempitan sehingga untuk langkah
selanjutnya bisa dilakukan tindakan . Jadi, jika tidak ditemukan striktur kateter
cistostomi dapat dilepas. Namun jika terdapat striktur uretra, maka dapat
dilakukan reparasi uretra atau sachse. Nah, disini peranan pemeriksaan radiologi
bipolar uretrocystografi sebagai penunjang untuk menegakkan diagnosa pada
kasus striktur uretra yang berperan sebagai petunjuk bagi dokter urologi untuk
mengambil tindakan selanjutnya.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas penulis dapat menarik kesimpulansebagai berikut:
1. Standard pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada kasus striktur di
Instalasi Radiologi RS.Dr Saiful Anwar-Malang, pasien telah terpasang
kateter cystostomy
2. Pemasukan media kontras pada pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada
kasus striktur di Instalasi Radiologi RSU Dr.Saiful Anwar-Malang yaitu
cystografi secara antegrade melalui lubang cystostomi dan uretrografi
secara retrograde yaitu melalui meatus uretra eksterna.
3. Proyeksi yang digunakan yaitu kedua-duanya diambil foto RPO dan LPO
tidak diambil foto AP dengan alasan untuk menghindari superposisi
dengan softissue yang ada di sekitarnya.
4. Pemeriksaan bipolar uretrocystografi pada pasien Sdr.B dengan kasus
striktur uretra mempunyai peranan yang penting yaitu dapat menunjukkan
lokasi striktur, panjang striktur, dan total striktur sehingga mampu
memberikan informasi diagnostik bagi dokter urologi untuk penanganan
selanjutnya terhadap kasus ini.
B. SARAN
1. Pada pemeriksaan bipolar uretrocystografi, pada saat cystografi disamping
proyeksi oblik, sebaiknya dilakukan juga proyeksi AP untuk menilai
anatomi vesica urinaria dari aspek anterior
2. Pemeriksaan bipolar uretrocystografi perlu menjaga kesterilan alat-alat
yang digunakan untuk mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3. Proteksi radiasi hendaknya diperhatikan terutama bagi keluarga yang
memegangi pasien seharusnya memakai apron dan selama pemeriksaan
berlangsung pintu ditutup.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, B.P . 2000. Urologi . Unibraw : Surabaya
Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related
Anatomy, Fifth Edition. USA : CV. Mosby, Company
Pearce, Evelyn C. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama
Smeltzer, Suzane. 2002. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC
Surbakti, J. Sudin. 2003. Diktat Kuliah Intravena Pyelografi. Jurusan Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Semarang
www.google.com//http://agusjati.blogspot.com/
Jumat, 03 Juni 2011
perencanaan stratejik terhadap penerapan phbs di pondok pesantren
PERENCANAAN STRATEJIK
Maksud dan tujuan : Upaya dalam dunia kesehatan untuk mendapatkan hasil guna dan daya guna yang optimal sehubungan dengan peran serta Pesantern untuk melakukan pembinaan kesehatan santri-santri.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal sehubungan dengan peran serta Pesantern untuk melakukan pembinaan kesehatan santri-santri diperlukan upaya-upaya yang meliputi :
1) Upaya Promotif :
i. Pelatihan kader kesehatan Pondok Pesantern yaitu kegiatan pelatihan santri-santri yang berada di Pondok Pesantren untuk menjadi kader kesehatan yang akan membantu kegiatan pelayanan kesehatan di Pondok Pesantren tersebut.
ii. Penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak Pondok Pesantren tentang pesan-pesan kesehatan guna meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku santri dan masyarakat Pondok Pesantren mengenai kesehatn jasmani, mental dan social.
iii. Perlombaan bidang kesehatn yaitu kegiatan yang sifatnya untuk meningkatkan minat terhadap kegiatan kesehatn di Pondok Pesantren, misalnya lomba kebersihan, lomba kesehatan dan lain-lain.
2) Upaya Preventif :
i. Imunisasi , yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pihak kesehatn dibantu pihak Pondok Pesantern dalam rangka pencegahan terhadap penyakit tertentu pada santri-santri yang masih berusia sekolah, misaln ya imunisasi DT dan TT pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
ii. Pemberantasan nyamuk dan sarangnya, adalah kegiatan pencegahan penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk dengan jenis kegiatan pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan oleh santri dan petugas serta pihak Pondok Pesantren.
iii. Kesehatan lingkungan, yaitu suatu kegiatan berupa pengawasan dan pemeliharaan lingkungan Pondok Pesantren berupa tempat pembuangan sampah, air limbah, kotoran dan sarana air bersih. Kegiatan ini bertujuan guna meningkatkan kesehatan lingkungan Pondok Pesantren.
iv. Penjaringan kesehatan santri baru guna mengetahui status kesehatan dan sedini mungkin menemukan penyakit yang diderita para santri.
v. Pemeriksaan berkala guna mengevaluasi kondisi kesehatan dan penyakit para santri di Pondok Pesantren yang dialksanakan oleh petugas kesehatn dibantu pihak Pondok Pesantren.
3) Upaya Kuratif dan rehabilitatif :
i. Pengobatan dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap santri dan masyarakat Pondok Pesantren yang sakit yang dirujuk pihak Pondok Pesantren.
ii. Rujukan kasus yaitu kegiatan merujuk santri dan mayarakat Pondok Pesantren yang mmengidap penyakit tertentu ke fasilitas rujukan legih lanjut untuk mencegah penyakit berkembang lebih lanjut.
4) Peran serta lain yang biasanya dilakukan oleh pihak Pondok Pesantern adalah dalam hal pelayanan gizi di Pondok Pesantren dengan cara :
i. Pemantauan status gizi masyarakat Pesantren dengan kegiatan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.
ii. Pemanfaatan halaman/pekarangan, yaitu memanfaatkan lahan untuk pertanian atau perikanan/peternakan guna kelengkapan gizi santri.
iii. Penanggulangan masalah gizi. Kegiatan bekerja sama dengan pihak kesehatan dalam rangka mengatasi masalah gizi utama (Gaki atau gangguan akibat kekurangan iudiom, Anemia gizi besi, Kurang Energi Protein, Kekurangan vitamin A).
iv. Pengelolaan makanan memenuhi syarat kesehatan
5) Masalah lain yang juga berhubungan dengan peran serta Pondok Pesantern guna meningkatkan derajat kesahatan masyarakat Pondok Pesantern adalah tentang kesehatan lingkungan di Pondok Pesantren yang meliputi :
i. Lingkungan dan bangunan pondok Pesantren haruslah dalam keadaan bersih tersedia sarana sanitasi yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan., bangunan yang kukuh.
ii. Tata Ruang, sesuai dengan kebutuhan dan perencanaan.
iii. Konstruksi bangunan sesuai dengan persyaratan kesehatan.
iv. Kamar/ruang cukup untuk dihuni oleh santri dan sesuai dengan ketentuan kesehatan.
6) Keterlibatan Pondok Pesantren dalam hal kesehatan yang lain adalah tersedianya Pos Kesehatan Pesantren (Peskestren). Pos Kesehatan Pesantren yang dimaksud adalah suatu tempat dimana masyarakat warga Pondok Pesantren yang sakit dapat dengan mudah memperoleh obat untuk mengobati santri dengan murah dan bermutu. Obat-pbat yang dipakai adalah obat-obat yang diperbolehkan yaitu sesuai dengan letentuan dari pihak kesehatan. Pengelola Poskestren adalah kader yang telah dilatih yang berada di Pondok Pesantren.
Maksud dan tujuan : Upaya dalam dunia kesehatan untuk mendapatkan hasil guna dan daya guna yang optimal sehubungan dengan peran serta Pesantern untuk melakukan pembinaan kesehatan santri-santri.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal sehubungan dengan peran serta Pesantern untuk melakukan pembinaan kesehatan santri-santri diperlukan upaya-upaya yang meliputi :
1) Upaya Promotif :
i. Pelatihan kader kesehatan Pondok Pesantern yaitu kegiatan pelatihan santri-santri yang berada di Pondok Pesantren untuk menjadi kader kesehatan yang akan membantu kegiatan pelayanan kesehatan di Pondok Pesantren tersebut.
ii. Penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak Pondok Pesantren tentang pesan-pesan kesehatan guna meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku santri dan masyarakat Pondok Pesantren mengenai kesehatn jasmani, mental dan social.
iii. Perlombaan bidang kesehatn yaitu kegiatan yang sifatnya untuk meningkatkan minat terhadap kegiatan kesehatn di Pondok Pesantren, misalnya lomba kebersihan, lomba kesehatan dan lain-lain.
2) Upaya Preventif :
i. Imunisasi , yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pihak kesehatn dibantu pihak Pondok Pesantern dalam rangka pencegahan terhadap penyakit tertentu pada santri-santri yang masih berusia sekolah, misaln ya imunisasi DT dan TT pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
ii. Pemberantasan nyamuk dan sarangnya, adalah kegiatan pencegahan penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk dengan jenis kegiatan pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan oleh santri dan petugas serta pihak Pondok Pesantren.
iii. Kesehatan lingkungan, yaitu suatu kegiatan berupa pengawasan dan pemeliharaan lingkungan Pondok Pesantren berupa tempat pembuangan sampah, air limbah, kotoran dan sarana air bersih. Kegiatan ini bertujuan guna meningkatkan kesehatan lingkungan Pondok Pesantren.
iv. Penjaringan kesehatan santri baru guna mengetahui status kesehatan dan sedini mungkin menemukan penyakit yang diderita para santri.
v. Pemeriksaan berkala guna mengevaluasi kondisi kesehatan dan penyakit para santri di Pondok Pesantren yang dialksanakan oleh petugas kesehatn dibantu pihak Pondok Pesantren.
3) Upaya Kuratif dan rehabilitatif :
i. Pengobatan dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap santri dan masyarakat Pondok Pesantren yang sakit yang dirujuk pihak Pondok Pesantren.
ii. Rujukan kasus yaitu kegiatan merujuk santri dan mayarakat Pondok Pesantren yang mmengidap penyakit tertentu ke fasilitas rujukan legih lanjut untuk mencegah penyakit berkembang lebih lanjut.
4) Peran serta lain yang biasanya dilakukan oleh pihak Pondok Pesantern adalah dalam hal pelayanan gizi di Pondok Pesantren dengan cara :
i. Pemantauan status gizi masyarakat Pesantren dengan kegiatan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.
ii. Pemanfaatan halaman/pekarangan, yaitu memanfaatkan lahan untuk pertanian atau perikanan/peternakan guna kelengkapan gizi santri.
iii. Penanggulangan masalah gizi. Kegiatan bekerja sama dengan pihak kesehatan dalam rangka mengatasi masalah gizi utama (Gaki atau gangguan akibat kekurangan iudiom, Anemia gizi besi, Kurang Energi Protein, Kekurangan vitamin A).
iv. Pengelolaan makanan memenuhi syarat kesehatan
5) Masalah lain yang juga berhubungan dengan peran serta Pondok Pesantern guna meningkatkan derajat kesahatan masyarakat Pondok Pesantern adalah tentang kesehatan lingkungan di Pondok Pesantren yang meliputi :
i. Lingkungan dan bangunan pondok Pesantren haruslah dalam keadaan bersih tersedia sarana sanitasi yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan., bangunan yang kukuh.
ii. Tata Ruang, sesuai dengan kebutuhan dan perencanaan.
iii. Konstruksi bangunan sesuai dengan persyaratan kesehatan.
iv. Kamar/ruang cukup untuk dihuni oleh santri dan sesuai dengan ketentuan kesehatan.
6) Keterlibatan Pondok Pesantren dalam hal kesehatan yang lain adalah tersedianya Pos Kesehatan Pesantren (Peskestren). Pos Kesehatan Pesantren yang dimaksud adalah suatu tempat dimana masyarakat warga Pondok Pesantren yang sakit dapat dengan mudah memperoleh obat untuk mengobati santri dengan murah dan bermutu. Obat-pbat yang dipakai adalah obat-obat yang diperbolehkan yaitu sesuai dengan letentuan dari pihak kesehatan. Pengelola Poskestren adalah kader yang telah dilatih yang berada di Pondok Pesantren.
POLA HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN
POLA HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN
A. PENGENALAN PHBS DIDALAM PONDOK PESANTREN
Pondok Pesantren pada awal berdirinya mempunyai pengertian yang sederhana, yaitu tempat pendidikan santri-santri untuk mempelajari pengetahuan agama Islam di bawah bimbingan seorang Guru/Ustadz/Kyai dengan tujuan untui menyiapkan santri-santri menguasai Ilmu Agama Islam dan siap mengajarkan agama Islam dengan mendirikan Pesantren baru untuk memperbanyak jumlah kader dakwah Islamaiyahnya.
Pesantren merupakan tempat untuk mendidik agar santri-santri menjadi orang yang bertaqwa, berakhlak mulia serta memeiliki kecerdasan yang tinggi.
Santri-santri yang berada di pondok Pesantren merupakan anak didik yang pada dasarnya sama saja dengan anak didik di sekolh-sekolah umum yang harus berkembang dan merupakan sumber daya yang menjadi generasi penerus pembangunan yang perlu mendapat perthatian khusus terutama kesehatan dan pertumbuhannya.
Permasalahan kesehatan yang dihadapi santri-santri tidak beda dengan permasalahan yang dihadapi anak sekolah umum bahkan bagi santri yang mondok akan bertambah lagi dengan masalah kesehatan lingkungan yang ada di pondok yang mereka tempati.
Berdasarkan hal tersebut di atas dituntut suatu peran aktif dari masyarakat dalam hal ini adalah Pesantren bekerjasam dengan pihak kesehatan melakukan pembinaan kesehatan bagi santri-santri yang ada sehingga terwujud pola perilaku hidup bersih dan sehat bagi para santri dan masyarakat Pondok Pesantren serta masyarakat lingkungannya.
B. POLA HIDUP BERSIH DAN SEHAT YANG HARUS DI PERHATIKAN SANTRI
Untuk dapat mewujudkan pola hidup bersih dan sehat di pondok pesantren maka ada 8 tips mengenai cara menghargai hidup agar berjalan dengan teratur dan sesuai dengan yang diharapkan, tips tersebut anatara lain :
1) Udara bersih
Udara bersih dan segar merupakan hal pokok untuk hidup sehat. Sepanjang hari dan saat tidur malam hari, ventilasi yang cukup dalam rumah dan tempat kerja menjamin bahwa darak kita akan selalu mendistrubusikan cukup oksigen pada setiap jaringan tubuh. Menghirup udara pagi juga merupakan salah satu cara yang baik untuk melancarkan kelansungan oksigen didalam tubuh.
a) Keseimbangan Komposisi Udara
Komposisi udara udara bersih 78,09% Nitrogen, 20,94% Oksigen, 0,93% Argon, 0,0032% CO2, sisanya unsur lainnya (Stern C Arthur, 1976, 27). Komposisi udara tersebut sangat ideal untuk kehidupan baik, manusia, tumbuhan maupun hewan. Kompoisi terbanyak adalah Nitrogen, bukan oksigen atau karbondioksida. Hal ini dapat dipahami bahwa Nitrogen banyak dibutuhkan tumbuhan sebagai bahan dasar makanan untuk kelangsungan hidupnya. Tumbuhan pada hakekatnya penghasil oksigen yang sangat dibutuhkan manusia dan hewan, sebagai imbal baliknya manusia dan hewan menghasilkan CO2 yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Maka untuk mempertahankan keadaan tersebut keberadaan Nitrogen perlu dipertahankan. Dapat dibayangkan bila Nitrogen rendah proporsinya, maka tumbuhan akan mati atau tinggal sedikit, otomatis oksigen yang diproduksi juga sedikit, akibatnya manusia dan hewan akan kekurangan oksigen.
b) Kebutuhan Udara Bersih
The average adult male requires about 30 pounds (13,64 kg) of air each day compared with less than 3 pounds (1,37 kg) of food and about 4,5 pounds (2,05 kg) of water (Stern C Arthur, 1977, 458). Kebutuhan udara jauh lebih berat dibandingkan dengan kebutuhan makanan dan air. Dalam sehari rata-rata pemuda membutuhkan udara 13,64 kg, sedangkan makanan hanya 1,37 kg dan 2,05 kg air.
Secara normal seseorang yang sedang istirahat membutuhkan udara sebanyak 7,5 liter/menit, pada pekerjaan normal sebanyak 15 liter/menit dan pekerja berat membutuhkan udara 45 liter/menit. Kebutuhan udara tersebut terkandung maksud untuk memenuhi kebutuhan O2 sebagai bahan pembakaran/membangun energi (ATP) dan melepaskan CO2. Berdasarkan kebutuhan udara tersebut berarti dalam satu menit dibutuhkan 1,57 liter O2 saat beristirahat dan 3,14 liter pada bekerja normal.
c) Proses Bernapas
Proses bernapas dalam setiap siklus respirasi terdiri inspirasi (inhalation/menghirup udara) dan ekspirasi
(exhalation/menghembuskan udara). Pada saat bernapas udara masuk melalui nasal passages, pharynx,
larynx, trachea, bronchi, bronchioles, alveoli, kemudian kembali keluar. Di alveoli terjadi pertukaran gas O2
dengan darah untuk berikatan dengan Hb, dan darah melepaskan CO2. Jumlah udara yang digunakan untuk bernapas dalam setiap siklus respirasi normal sebanyak±500 ml (0,5 liter). Dari 500 ml tersebut yang mencapaialveoli 350 ml dan 150 ml mencapai ruang buntu anatomi yang tidak mengalami pertukaran gas (Novida, RG, 1996, 20). Siklus respirasi normal sebanyak 14 – 20 kali/menit, keadaan tersebut dipengaruhi juga aktivitas yang membutuhkan energi, yang berarti membutuhkan banyak O2 sebagai bahan bakar. Berdasarkan hitungan tersebut berarti dalam satu menit sebanyak 7 – 10 liter udara mengikuti sirkulasi respirasi dan antara 4,9 – 7 liter udara mencapaialveol i serta sebanyak 1,03 – 1,47 liter O2 yang ditukar
2) Sinar matahari
Cahaya matahari banyak memberikan keuntungan , diantaranya :
a) 15 – 30 menit di bawah sinar matahari tiap harinya baik pagi maupun sore membantu tubuh untuk mensitesa vitamin. Contonya vitamin D yang berguna untuk menghasilkan Ca dan F yang berfungsi dalam membangun dan memperbaiki tulang.
b) Cahaya matahari bisa membunuh bakteri
c) Cahaya matahari menolong seseorang untuk beradaptasi dengan dunia malam atau depresi terhadap musin dingin
3) Istirahat
Tubuh harus dapat istirahat untuk memperbaiki dirinya sendiri. Kita hrus menyediakan waktu berekreasi dan beristirahat untuk menghilangkan ketegangan dalam pekerjaan. Tanpa istirahat yang cukup orang sering kali kegugupan tiap kali berbicar, depresi dan mudah tersinggung, maka istirahat yang cukup itu perlu.
a. Fisiologi tidur
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua system pada batang otak,yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region(BSR). RAS dibagian atas batang otak diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran; memberi stimulus visual,pendengaran,nyeri,dan sensori raba;serta emosi dan proses berfikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin,sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dari BSR (Tarwoto,Wartonah,2003).
b. Ritme sirkadian
Setiap makhluk hidup memiliki bioritme (jam biologis) yang berbeda. Pada manusia,bioritme ini dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan dengan factor lingkungan (mis; cahaya, kegelapan, gravitasi dan stimulus elektromagnetik). Bentuk bioritme yang paling umum adalah ritme sirkadian-yamg melengkapi siklus selama 24 jam. Dalam hal ini, fluktuasi denyut jantung,tekanan darah,temperature,sekresi hormone,metabolism dan penampilan serta perasaan individu bergantung pada ritme sirkadiannya. Tidur adalah salah satu irama biologis tubuh yang sangat kompleks. Sinkronisasi sirkadian terjadi jika individu memiliki pola tidur-bangun yang mengikuti jam biologisnya: individu akan bangun pada saat ritme fisiologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme tersebut paling rendah (Lilis,Taylor,Lemone,1989).
c. Faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur
Banyak factor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur,di antaranya adalah penyakit, lingkungan,kelelahan,gaya hidup,stress emosional,stimulan dan alcohol,diet, merokok,dan motivasi.
i. Penyakit. Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak daripada biasanya.di samping itu, siklus bangun-tidur selama sakit juga dapat mengalami gangguan.
ii. Lingkungan. faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur. Sebagai contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Akan tetapi, seiring waktu individu bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi trsebut.
iii. Kelelahan. Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin lelah seseorang,semakin pendek siklus tidur REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang.
iv. Gaya hidup. Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat.
v. Stress emosional. Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi system saraf simapatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.
vi. Stimulant dan alcohol. Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang SSP sehingga dapat mengganggu pola tidur. Sedangkan konsumsi alcohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM. Ketika pengaruh alcohol telah hilang, individu sering kali mengalami mimpi buruk
vii. Diet. Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan seringnyaterjaga di malam hari. Sebaliknya, penambahan berat badan dikaitkan dengan peningkatan ttal tidur dan sedikitnya periode terjaga di malam hari.
viii. Merokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh. Akibatnya, perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di malam hari.
ix. Medikasi. Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM,metabloker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik (mis; meperidin hidroklorida dan morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
x. Motivasi. Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah seseorang. sebaliknya, perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan kantuk.
1) Gerak badan
Gerak badan atau olahraga penting bagi kesehatan kita, karena :
a) Gerakan badan membantu untuk menormalkan tekanan darah.
b) Gerakan badan membiarkan lebih banyak darah mencapai setiap jaringan tubuh untuk mempertahakan kehangatan.
c) Gerakan badan memberikan energi listrik ke otak dan sel-sel saraf, hal ini memberikan kesehatan dengan merangsang system kekebalan tubuh.
d) Gerakan badan menjaga anda agar tampak segar gan bugar.
5) Air
Karena air sangat dibutuhkan setiap sel dalam tubuh kita. Kita harus minum banyak air., hal itu karena :
a) Dalam ukuuran berat, tubuh berisi kurang lebih 70 % air.
b) Tubuh membutuhkan kira-kira setengah atau dua liter air setiap harinya untuk menjalankan setiap fungsinya, sebagian dari fungsi itu termasuk sirkulasi darah, pembuangan, penyaluran gizi, dan pencernaan.
c) Kadar air di dalam sel kira-kira 70-85 % sehinga kita kekurangan air, sel-sel ini tidak bisa menolong kita siap secara mental.
Selain minum air, mandi denga air dingin atau hangat pun juga mempergaruhi hidup sehat. Karena hal tersebut dapat meningkatkan sirkulasi dan menambah energi bagi tubuh dan pikiran juga dapat menegangkan saraf yang terganggu.
6. Gizi yang benaar
Saat penciptaan, Allah mengintruksikan adam dan hawa untuk makan makanan berupa kacang-kacangan, biji-bijian, buah-buahan, hal itu karena daging hewan yang mengandung lemak, jenuh kolesterol dapt meningkatakan resiko tekanan darah tinggi, stroke, sakit gula, dan lain-lain.
Menurut penelitian, orang yang sering mengkonsumsi sayur-sayuran atau vegetarian lebih sehat dan hidup lebih lama. Untuk itu cobalah untuk kembali mengkonsumsi sayur-sayuran, buah-buahan, kacan-kacangan, dsb.
Agar hidup bisa lebih sehat lagi maka pilihan menu makanan sebagai berikut :
a) Meningkatkan jumlah lemak tidaak jenuh ganda dalam makanan.
b) Memilih makanan yang berserat tinggi.
c) Mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan yang berserat.
7) Hindarkan hal-hal yang merusak
Alcohol dapat mempengaruhi system tubuh sbb :
a) System kekebalan tubuh. Alcohol menurunkan kemampuan sel darah putih untuk melawan penyakit, maka itu meningkatkan resiko radang paru-paru, TBC, Hepatitis dan beberapa penyakit kanker.
b) System kelenjar endokrin yang mana meminum 2 atau 3 gelas alkohol dapat menyebabkan keguguran, kelahiran mati, dan kelahiran prematur.
c) System pencernaan. Alkohol melukai perut sehingga menakhibatkan lambung berdarah. Kebiasaan mengunakan alkohol meningkatkan resiko hati berlemak, hepatitisdan siratis hati
d) System sirkulasi. Pengunaan alkohol dapat meningkatkan resiko serangan jantung, menurunkan kadar gula, dan meningkatkan lemak darahdan tekanan darah sehingga meningkatkan tekanan darah tinggi.
8) Hindari strees
Steress telah menyerang tanpa disadari oleh yang mengalaminya. Stress mempengaruhi dan meningkatkan hormone stress di dalam tubuh yang berakhibat naiknya tekanan darah. Pada umumnya orang yang stress akan terdorong untuk melakukan hal-hal yang merugikan dan merusak, seperti : merokok, minum-minuman keras dan bergaul bebas.
Akhibat lain dari stress yaitu meningkatkan produksi kolestesterol jahat (LDL) yang diproduksi olah hati yang mengakhibatkan meningkatnya penyempitan dan penyumbatan pembuluh dara. Untuk itu hindari stress dan perbanyak refreshing.
C. MASALAH POKOK KESEHATAN SANTRI
| MASALAH KESLING | MASALAH BHBS | MASALAH GIZI | MASALAH SARANA |
1 | Sampah yang berserakan di lingkungan pesantren | Sisa makanan yg berserakan di asrama | Masakan yg kurang masak | tempat lemari yang sempit sehingga sulit dibersihkan |
2 | Lantai asrama jarang dipel | Pakaian yg sudah digunakan bergantungan di dalam kamar | Mie dijadikan makanan pokok | Katring diasrama hanya 1 macam |
3 | Tandon air yang tidak pernah dibersihkan | Ember sabun sepatu dan sandal diletakkan didalam asrama | Makanan kurang bervariasi | Mengandalkan pak bon sebagai petugas kebersihan |
4 | Air kolah yang sering dipakai wudlu bergantian / bersama | Tempat makanan dan minum dipakai bergantian | Santri sering tidak sarapan | Sering terjadi banjir didalam asrama karena atap bocor |
D. POKOK-POKOK KEGIATAN UPAYA KESEHATAN SANTRI
Untuk mendapatkan hasil guna dan daya guna yang optimal sehubungan dengan peran serta Pesantern untuk melakukan pembinaan kesehatan santri-santri diperlukan upaya-upaya yang meliputi :
1) Upaya Promotif :
i. Pelatihan kader kesehatan Pondok Pesantern yaitu kegiatan pelatihan santri-santri yang berada di Pondok Pesantren untuk menjadi kader kesehatan yang akan membantu kegiatan pelayanan kesehatan di Pondok Pesantren tersebut.
ii. Penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak Pondok Pesantren tentang pesan-pesan kesehatan guna meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku santri dan masyarakat Pondok Pesantren mengenai kesehatn jasmani, mental dan social.
iii. Perlombaan bidang kesehatn yaitu kegiatan yang sifatnya untuk meningkatkan minat terhadap kegiatan kesehatn di Pondok Pesantren, misalnya lomba kebersihan, lomba kesehatan dan lain-lain.
2) Upaya Preventif :
i. Imunisasi , yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pihak kesehatn dibantu pihak Pondok Pesantern dalam rangka pencegahan terhadap penyakit tertentu pada santri-santri yang masih berusia sekolah, misaln ya imunisasi DT dan TT pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
ii. Pemberantasan nyamuk dan sarangnya, adalah kegiatan pencegahan penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk dengan jenis kegiatan pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan oleh santri dan petugas serta pihak Pondok Pesantren.
iii. Kesehatan lingkungan, yaitu suatu kegiatan berupa pengawasan dan pemeliharaan lingkungan Pondok Pesantren berupa tempat pembuangan sampah, air limbah, kotoran dan sarana air bersih. Kegiatan ini bertujuan guna meningkatkan kesehatan lingkungan Pondok Pesantren.
iv. Penjaringan kesehatan santri baru guna mengetahui status kesehatan dan sedini mungkin menemukan penyakit yang diderita para santri.
v. Pemeriksaan berkala guna mengevaluasi kondisi kesehatan dan penyakit para santri di Pondok Pesantren yang dialksanakan oleh petugas kesehatn dibantu pihak Pondok Pesantren.
3) Upaya Kuratif dan rehabilitatif :
i. Pengobatan dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap santri dan masyarakat Pondok Pesantren yang sakit yang dirujuk pihak Pondok Pesantren.
ii. Rujukan kasus yaitu kegiatan merujuk santri dan mayarakat Pondok Pesantren yang mmengidap penyakit tertentu ke fasilitas rujukan legih lanjut untuk mencegah penyakit berkembang lebih lanjut.
4) Peran serta lain yang biasanya dilakukan oleh pihak Pondok Pesantern adalah dalam hal pelayanan gizi di Pondok Pesantren dengan cara :
i. Pemantauan status gizi masyarakat Pesantren dengan kegiatan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.
ii. Pemanfaatan halaman/pekarangan, yaitu memanfaatkan lahan untuk pertanian atau perikanan/peternakan guna kelengkapan gizi santri.
iii. Penanggulangan masalah gizi. Kegiatan bekerja sama dengan pihak kesehatan dalam rangka mengatasi masalah gizi utama (Gaki atau gangguan akibat kekurangan iudiom, Anemia gizi besi, Kurang Energi Protein, Kekurangan vitamin A).
iv. Pengelolaan makanan memenuhi syarat kesehatan
5) Masalah lain yang juga berhubungan dengan peran serta Pondok Pesantern guna meningkatkan derajat kesahatan masyarakat Pondok Pesantern adalah tentang kesehatan lingkungan di Pondok Pesantren yang meliputi :
i. Lingkungan dan bangunan pondok Pesantren haruslah dalam keadaan bersih tersedia sarana sanitasi yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan., bangunan yang kukuh.
ii. Tata Ruang, sesuai dengan kebutuhan dan perencanaan.
iii. Konstruksi bangunan sesuai dengan persyaratan kesehatan.
iv. Kamar/ruang cukup untuk dihuni oleh santri dan sesuai dengan ketentuan kesehatan.
6) Keterlibatan Pondok Pesantren dalam hal kesehatan yang lain adalah tersedianya Pos Kesehatan Pesantren (Peskestren). Pos Kesehatan Pesantren yang dimaksud adalah suatu tempat dimana masyarakat warga Pondok Pesantren yang sakit dapat dengan mudah memperoleh obat untuk mengobati santri dengan murah dan bermutu. Obat-pbat yang dipakai adalah obat-obat yang diperbolehkan yaitu sesuai dengan letentuan dari pihak kesehatan. Pengelola Poskestren adalah kader yang telah dilatih yang berada di Pondok Pesantren.
http://www.scribd.com/doc/19374555/Kebutuhan-Udara-Bersih diambil pada 11:44 pm 18/05/2011
Langganan:
Postingan (Atom)